HUT Kompas








Element

Memaknai Kompas sebagai Kawan dalam Dinamika Kehidupan

Kompas; Menjadi Kawan di Era Disinformasi


Awal mula dari sebuah kehidupan, ulang tahun selalu diperingati sebagai hari spesial. Mulai dari merenungkan sejauh mana telah berjalan, konsisten menjaga arah, mengoreksi jika bergeser, maupun berbalik apabila salah arah.

Lahir pada tanggal 28 Juni 56 tahun yang lalu, harian ini pada awalnya akan diberi nama Bentara Rakyat. Namun, Bung Karno mengusulkan nama Kompas dengan harapan bahwa Kompas dapat menjadi sebuah pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan rimba informasi di era kini.

Digawangi Jakob Oetama dan PK Ojong, Kompas yang bermula dari modal kecil Rp100.000 dan bekerja di ruang sempit, menumpang di kantor majalah Intisari, terus mengabarkan informasi kepada pembacanya hingga lima dekade kemudian. Mengusung moto “Amanat Hati Nurani Rakyat”, Kompas senantiasa meningkatkan kualitas jurnalisme untuk memandu masyarakat mendapatkan informasi yang penting dan inspiratif di era revolusi teknologi informasi serta post truth. Kami akan terus berupaya mengembangkan jurnalisme solusi dengan memadukan jurnalisme berkedalaman, jurnalisme data, dan jurnalisme makna.

Tema Hari Ulang Tahun Ke-56 Kompas melanjutkan tema tahun lalu, yaitu ”Kawan dalam Perubahan”. Kami menyadari, tanpa kepercayaan dan dukungan para mitra dan pembaca, kami tidak bisa berbuat banyak. Karena itu, dengan rasa hormat, perkenankan kami menyampaikan terima kasih. Perjalanan panjang ini merupakan anugerah dan menjadi bekal untuk menelusuri lorong-lorong waktu berikutnya.

*disadur dari tulisan “Menjadi Kawan di Era Disinformasi” oleh Sutta Dharmasaputra (Pemimpin Redaksi Harian Kompas) di Harian Kompas edisi 21 Juni 2021

Element
Element

Kawan dalam Perubahan

Menghadirkan makna di balik setiap peristiwa sejak 1965

Thumb

Element
Element
Element

Element

Makna di Balik Logo Kompas 56

Icon

Fist Bump

Pandemi mengubah pola bersosial kita, termasuk bagaimana kita berinteraksi. Tidak seperti tahun lalu, “High Five”,tahun ini kami mengusung ide “Fist Bump” yang menjadi simbol bahwa kita siap bersinergi dengan kawan-kawan kita dengan cara terbarukan.

Icon

Key of Digital

Kaki dari masing-masing angka terinspirasi dari bentuk kunci dengan nuansa digital. Bahwa Kompas melalui Kompas.id bersiap menjadi kunci media di dunia digital

Icon

Ribbon

Pola kain pita yang dinamis, menunjukan bahwa kita sangat adaptif terhadap perubahan yang terjadi di sekitar kita














AGENDA HUT KOMPAS KE-56

Cendikiawan Berdedikasi

Cendekiawan Berdedikasi

Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi Kompas merupakan penghargaan yang diprakarsai oleh Jakob Oetama untuk para ilmuwan yang senantiasa mengabdi dan melayani kepentingan masyarakat luas melalui profesi kepakaran mereka. Pertama kali dicanangkan pada tahun 2008, Cendekiawan Berdedikasi sampai detik ini telah menganugerahi sebanyak 52 cendekiawan yang berjasa bagi bidang keilmuan dan terobosan Indonesia.

Berangkat dari komitmen dan dedikasi, melalui artikel dan kolom, para cendekiawan ini memproduksi gagasan, ide, terobosan, dan pencerahan bagi berbagai permasalahan kontemporer di Indonesia. Sikap kritis yang mereka tunjukkan ibarat guru-guru masyarakat (civil education) yang mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penghargaan Kompas Cendekiawan Berdedikasi ini ditujukan sebagai bentuk terima kasih atas komitmen, ketekunan, dan dedikasi para ilmuwan seiring dengan perjalanan Kompas. Diharapkan penghargaan ini menjadi pendorong bagi mereka sang mercusuar yang berani tahu, berani berbicara, dan terus belajar berdemokrasi tanpa meninggalkan tata krama dan tujuan mulia untuk memajukan Indonesia.

Lihat selengkapnya

Cerpen

Anugerah Cerpen Kompas

Dihelat sejak tahun 1992, Anugerah Cerpen Kompas merupakan penghargaan yang mengapresiasi penulis dan literatur Indonesia yang telah mengabadikan nilai-nilai moral dan kebangsaan dalam cerita pendek atau cerpen mereka. Sampai saat ini, penghargaan Anugerah Cerpen Kompas telah menganugerahi sebanyak 26 penulis cerpen Nusantara. Beberapa diantaranya adalah nama-nama sastrawan termahsyur Indonesia seperti Ahmad Tohari, Intan Paramadhita, Budi Darma, serta Seno Gumira Ajidarma.

Dengan menuangkan ide mereka dalam setiap goresan pena, para penulis cerita pendek ini telah berkontribusi tidak hanya dalam merawat ruang kreasi untuk sastra Indonesia, namun juga menggiatkan minat literasi di masa paceklik baca. Berkaca dari Indonesia yang masih menempati urutan ke-60 dalam minat literasi, para cerpenis berjasa dalam menyediakan suplai bacaan dan memperkenalkan nikmatnya membaca.

Lihat selengkapnya