Pemerintah Siapkan Skenario Terburuk jika Lonjakan Kasus Harian Tembus 40.000 Kasus
Pemerintah siapkan skenario terburuk jika kasus harian Covid-19 tembus 40.000 kasus per hari. Pemerintah juga melihat keadaan di luar Jawa-Bali mulai bergejolak. Salah satu upaya memasok oksigen dari berbagai sumber.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menyiapkan skenario terburuk dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama jika kasus harian menembus angka di atas 40.000 kasus per hari. Selain penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Jawa Bali, pemerintah juga mulai melihat bahwa keadaan di luar Jawa-Bali juga sudah mulai bergejolak dengan lima provinsi mengalami lonjakan tinggi kasus.
”Kalau kasus lebih 40.000, 50.000, kami akan membuat skenario siapa yang akan kami minta tolong, sudah mulai kami approach (dekati),” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Hal itu disampaikan Luhut dalam konferensi pers virtual seusai rapat terbatas ”Penanganan Pandemi Covid-19” bersama Presiden Joko Widodo yang diadakan secara daring, Selasa (6/7/2021). Acara itu juga dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Ketua Satgas Covid-19 Ganip Warsito.
Komunikasi komprehensif untuk upaya bantuan dari luar negeri ini, antara lain, terus dijalin dengan beberapa negara, seperti Singapura dan China. ”Kami buat skenario jika kasus 40.000. Lebih 40.000, bagaimana suplai oksigen, suplai obat, suplai rumah sakit? Semua sudah kami hitung,” tambahnya.
Untuk ketersediaan oksigen, misalnya, pemerintah menyiapkan skenario jika terjadi lonjakan kasus hingga 60.000-70.000 kasus per hari. Meskipun diakui sempat terjadi kekurangan oksigen, saat ini, suplai oksigen telah dimobilisasi dari beragam sumber. Oksigen sebanyak 50 iso tank container didatangkan dari Morowali, Sulawesi Tengah, dan sudah didistribusikan di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Oksigen juga didatangkan dari Cilegon, Banten, dan Batam.
Oksigen industri juga sudah dikonversi 100 persen untuk pemenuhan kebutuhan oksigen kesehatan. ”Oksigen murni menolong orang yang isolasi dan rawat intensif. Yang ringan menggunakan oksigen konsentrator: mengambil udara biasa, diproses, lalu dihirup. Pesan 10.000 (oksigen konsentrator), sebagian sudah mulai datang pakai pesawat Hercules dari Singapura. Dan, akan diambil dari tempat lain jika masih ada kekurangan,” ujar Luhut.
Untuk ketersediaan oksigen, misalnya, pemerintah menyiapkan skenario jika terjadi lonjakan kasus hingga 60.000-70.000 kasus per hari. Meskipun diakui sempat terjadi kekurangan oksigen, saat ini, suplai oksigen telah dimobilisasi dari beragam sumber.
Seiring tingginya lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta, Menkes Budi menyebut telah menyiapkan rumah sakit cadangan di Wisma Haji Pondok Gede yang menyediakan 900 tempat tidur. Presiden Jokowi juga sudah meninjau Wisma Haji yang menurut rencana bisa melayani masyarakat pada Kamis mendatang. Bekerja sama dengan Kementerian BUMN, Kemenkes juga telah menyiapkan 50 tempat tidur intensive care unit atau ICU di Wisma Haji.
Kemampuan Wisma Atlet juga telah ditingkatkan dengan penambahan sekitar 7.000 tempat tidur isolasi di Rusun Nagrak dan Rusun Pasar Rumput. TNI-Polri juga sudah menggelar rumah sakit darurat di Jakarta dan di Surabaya. ”Semua kekuatan dikerahkan, jangan ada yang menganggap underestimate (meremehkan), Indonesia tidak bisa mengatasi masalah,” kata Luhut.
Bagi mereka yang isolasi mandiri, pemerintah juga telah bekerja sama dengan 11 platform telemedicine untuk memberikan layanan konsultasi dan obat gratis bagi pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Jakarta. Presiden Jokowi juga sudah meminta agar layanan telemedicine yang juga sudah dilakukan di Jawa Barat ini bisa direplikasi ke daerah lain di Indonesia.
Vaksinasi juga akan terus digencarkan dengan target 1 juta suntikan per hari di bulan Juli, 2 juta suntikan pada Agustus, dan kalau perlu dinaikkan jadi 5 Juta suntikan per hari. Untuk pemenuhan kebutuhan vaksin, sebanyak 31 juta dosis vaksin akan datang pada Juli dan menyusul 45 juta dosis vaksin pada Agustus.
Tak hanya di Pulau Jawa-Bali, pemerintah juga sedang mengantisipasi laju cepat penularan varian delta di luar Jawa. Saat ini, tingginya lonjakan kasus terdeteksi di lima provinsi di Sumatera dan dua provinsi di Kalimantan. Provinsi-provinsi tersebut adalah Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
”Pemerintah sudah memperhatikan keadaan luar Jawa, sudah mulai bergejolak tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan bahwa kita ada masalah,” ujar Luhut.
Luhut berharap seluruh skenario terburuk yang disiapkan tidak benar-benar akan terealisasi. Rasa optimisme ini antara lain muncul karena TNI-Polri sudah melakukan peyekatan mobilitas penduduk yang dinilai cukup baik.“Kita juga siapkan metodologi monitoring PPKM Darurat melalui indeks mobilitas dan cahaya malam,” tambah Luhut.
Dari data analisis yang telah dilakukan, setidaknya dibutuhkan penurunan mobilitas minimal 30 persen untuk menurunkan lonjakan kasus Covid-19. Efektivitas dalam menghadapi virus varian baru Delta akan semakin meningkat jika mobilitas bisa ditekan hingga 50 persen.
Untuk memantau mobilitas masyarakat selama pemberlakuan PPKM Darurat tersebut, Pemerintah bekerja sama dengan Facebook Mobility, Google Traffic, dan cahaya malam dengan NASA. Indeks mobilitas gabungan pada periode PPKM Darurat kemudian dibandingkan dengan periode lain yaitu pada periode 24 Mei sampai 6 Juni. “Sehingga kita punya data yang lebih akurat,” ujarnya.
Kepatuhan Masyarakat
Dari data analisis yang telah dilakukan, setidaknya dibutuhkan penurunan mobilitas minimal 30 persen untuk menurunkan lonjakan kasus Covid-19. Efektivitas dalam menghadapi virus varian baru Delta akan semakin meningkat jika mobilitas bisa ditekan hingga 50 persen. Selama dua hari pemberlakuan PPKM Darurat, sudah terjadi penurunan mobilitas di kisaran angka 26-27 persen, tapi masih jauh dari yang diharapkan.
Target penurunan hingga 50 persen diharapkan bisa diraih pada akhir pekan depan. Dua provinsi dengan penurunan mobilitas terendah adalah Bali dan Jawa Timur. Pemerintah akan terus konsisten dalam pemberlakuan penyekatan mobilitas selama masa PPKM darurat. Warga diharapkan patuh demi keselamatan bersama. ”Sangat tidak benar kalau ada yang bilang tidak terkendali. Masalah sangat banyak, satu per satu kita selesaikan dengan baik,” kata Luhut.
Ketua Satgas Covid-19 Ganip Warsito menyebut bahwa pengetatan mobilitas terus dilakukan pada perjalanan domestik maupun internasional. Penegakan protokol kesehatan (prokes) juga terus dilakukan. Saat ini, terdapat 20 provinsi dengan rata-rata kepatuhan prokes yang masih rendah di bawah 85 persen. Dari sisi kepatuhan institusi, 78 kabupaten/kota masuk dalam persentase tidak patuh dalam sepekan terakhir.