Jahe adalah rempah yang memiliki sifat antioksidan dan antiinflamasi sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Sejumlah penelitian menunjukkan jahe mampu mengatasi nyeri otot, osteoartritis, bahkan penyakit autoimun.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Paidi menunjukkan jahe merah yang siap panen di Desa Jeladri, Kelurahan Pucung, Kismantoro, Wonogiri, JawaTengah, awal Juli 2013.
Jahe (Zingiber officinale) merupakan bumbu yang banyak digunakan di berbagai masakan Nusantara sekaligus bahan minuman yang hangat menyegarkan. Tanaman yang banyak terdapat di Asia, Afrika Barat, dan Karibia ini juga digunakan dalam pengobatan herbal tradisional di Asia selama berabad-abad, termasuk di Indonesia.
Bahan herbal ini dipercaya bisa mengatasi peradangan, batuk, pilek, mual, dan reumatik. Hal itu tak lepas dari sifat antioksidan dan antiinflamasinya. Jahe juga kaya akan vitamin dan mineral seperti vitamin C, vitamin B6, magnesium, potasium, serta tembaga.
Kajian Nafiseh Shokri Mashhadi dan kolega dari Universitas Ilmu Kedokteran Isfahan, Iran, yang dipublikasi di International Journal of Preventive Medicine, April 2013, menyatakan, jahe memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidatif yang bisa mengendalikan proses penuaan, serta berpotensi besar untuk mengobati sejumlah penyakit termasuk radang sendi dan artritis, gangguan pencernaan, gangguan kardiovaskular (aterosklerosis dan hipertensi), mual, diabetes melitus, serta kanker.
Molekul bioaktif jahe seperti gingerol, shogaol, dan paradol memiliki sifat antioksidan. Gingerol dan paradol juga bersifat antiinflamasi. Antioksidan membantu tubuh menyingkirkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan inflamasi (peradangan). Zat-zat itu juga diduga berpotensi mencegah kanker. Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan.
Osteoartritis dan autoimun
RD Altman dari Universitas Miami dan KC Marcussen dari Lembaga Riset Narayana, Wisconsin, Amerika Serikat, meneliti 247 penderita osteoartritis. Didapatkan, pasien yang mengonsumsi kapsul ekstrak jahe dua kali sehari selama enam bulan berkurang nyeri lututnya dibandingkan kelompok kontrol. Namun, peneliti mencatat, peserta yang minum kapsul jahe ada yang mengalami efek samping berupa gangguan perut. Hasil penelitian dilaporkan di Arthritis & Rheumatism, November 2001.
Penelitian lain menunjukkan, manfaat jahe serupa dengan obat penghilang rasa sakit ibuprofen. H Bliddal dari Departemen Reumatologi, Rumah Sakit Frederiksberg, dan tim peneliti dari Kopenhagen, Denmark, membandingkan efek ekstrak jahe dengan ibuprofen dan plasebo pada 56 pasien osteoartritis pinggul atau lutut. Dalam Osteoarthritis and Cartilage, Januari 2000, dipaparkan, para pasien mendapat ketiga zat secara bergantian selama selama tiga minggu dengan jeda masing-masing satu minggu. Didapatkan, efek jahe sebanding dengan ibuprofen.
Jahe juga membantu mengurangi nyeri otot. Penelitian Christopher D Black dan kolega dari Departemen Kinesiologi, Universitas Georgia, AS, di The Journal of Pain, September 2010, menunjukkan, mengonsumsi jahe mentah atau jahe yang dipanaskan bisa meredakan nyeri otot akibat cedera setelah olahraga. Penelitian selama 11 hari itu dilakukan pada 34 peserta (jahe mentah) dan plasebo. Satu lagi melibatkan 40 peserta (jahe yang dipanaskan) dan plasebo.
Tinjauan EM Bartels dari Rumah Sakit Pendidikan Universitas Kopenhagen, Denmark, beserta tim peneliti dari Denmark, Inggris dan AS, yang dipublikasi di Osteoarthritis and Cartilage, 6 Oktober 2014, menyimpulkan, jahe cukup efektif dan aman untuk penderita osteoartritis. Meta analisis dari lima penelitian yang melibatkan 593 peserta menunjukkan, mereka yang mengonsumsi jahe berkurang rasa sakit 30 persen serta berkurang kecacatan dibandingkan mereka yang diberi plasebo.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Kuliner hasil olahan berbahan jahe merah di Desa Mandala Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, 11 Maret 2020. Budidaya jahe merah yang telah dimulai setahun terakhir ternyata menguntungkan petani karena harga jual yang melesat seiring terjadinya pandemi Covid-19.
Hal itu seiring tinjauan Mariangela Rondanelli dan tim dari Italia serta Bahrain di Phytotherapy Research, 20 Mei 2020. Disebutkan, jahe memiliki efek mengurangi rasa sakit melalui berbagai mekanisme seperti menghambat prostaglandin, dan lewat aktivitas antioksidan. Sejumlah penelitian menunjukkan, konsumsi jahe ataupun mengoleskan krim jahe membantu mengatasi nyeri untuk dismenore (kram dan nyeri saat menstruasi), nyeri otot, osteoartritis, nyeri punggung bawah kronis, dan migrain.
Jahe juga bisa mengatasi masalah autoimun. Penelitian Ramadan A Ali dan kolega dari Universitas Michigan, AS, yang diterbitkan di JCI Insight, 8 Februari 2021, mendapatkan, senyawa bioaktif utama jahe, 6-gingerol, mampu melawan mekanisme pemicu lupus pada tikus serta mengatasi sindrom antifosfolipid yang menyebabkan pembekuan darah dan trombosis vena.
Senyawa bioaktif utama jahe, 6-gingerol, mampu melawan mekanisme pemicu lupus pada tikus serta mengatasi sindrom antifosfolipid penyebab pembekuan darah dan trombosis vena.
Kedua kondisi menyebabkan peradangan luas dan bisa merusak organ tubuh. Didapatkan, 6-gingerol mampu mengurangi pelepasan perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dan menghambat enzim neutrofil, yakni fosfodiesterase, sehingga mengurangi aktivasi neutrofil (salah satu jenis sel darah putih) dan perkembangan penyakit autoimun.
Tak boleh berlebih
Menurut artikel di Medical News Today, 6 Juni 2021, jahe bisa dikonsumsi dengan cara menambahkan irisan rimpang jahe atau jahe bubuk ke masakan atau kue, sebagai teh jahe, dan kapsul ekstrak jahe. Juga dalam bentuk krim atau minyak jahe untuk dioleskan ke kulit.
The Arthritis Foundation (AF) AS menyarankan untuk mengonsumsi ekstrak jahe maksimal 2 gram sehari yang dibagi untuk tiga kali makan atau minum hingga 4 cangkir teh jahe per hari. Konsumsi maksimum yang direkomendasikan adalah 4 gram jahe per hari.
Efek samping jahe umumnya ringan. Biasanya hanya terjadi ketika seseorang mengonsumsi lebih dari 6 gram per hari. Meski sangat jarang, hal itu bisa memicu iritasi lambung, gangguan pencernaan, refluks gastrointestinal, diare, masalah perdarahan pada orang yang memakai warfarin, tekanan darah rendah, risiko batu empedu, ataupun gangguan irama jantung.
Ada risiko efek samping lain, seperti reaksi alergi, ruam, atau iritasi kulit. Karena itu, sebelum menggunakan krim atau minyak jahe pada kulit, perlu diuji coba sedikit. Jika ada iritasi kulit dalam waktu 24 jam, itu mengindikasikan alergi karena itu hindari penggunaan selanjutnya.