Fenomena takut ketinggalan membeli saham membayangi fenomena penawaran saham dari usaha rintisan, seperti Bukalapak dan GoTo. Sebuah gejala baru dari geliat investasi?
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
DOKUMENTASI GOTO
(Dari kanan ke kiri) Direktur GoTo Kevin Aluwi, Presiden Grup GoTo Patrick Chao, Direktur Utama GoTo Andre Soelistyo, dan Komisaris GoTo William Tanuwijaya saat seremoni resmi menjadi perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia, Senin (11/4/2022).
Bukalapak dan GoTo mengawali babak baru masuknya perusahaan teknologi rintisan di bursa saham. Popularitas keduanya tak pelak menarik animo publik untuk ikut merayakan dengan berinvestasi. Belajar dari IPO Bukalapak, gejala membeo karena takut ketinggalan (FOMO) diharapkan kali ini perlahan terkikis.
Sejak medio 2020, pasar modal domestik diramaikan dengan rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dari perusahaan teknologi, seperti Bukalapak, Gojek, Tokopedia, Traveloka, ataupun Tiket.com.
Belajar dari IPO Bukalapak, gejala membeo karena takut ketinggalan (FOMO) diharapkan kali ini perlahan terkikis.
Isu ini pun mencapai momentumnya pada 6 Agustus 2021 saat PT Bukalapak.com Tbk resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bukalapak menjadi perusahaan berpredikat unicorn pertama yang melakukan penawaran saham kepada publik luas.
Tak lebih dari setahun, aksi korporasi serupa diikuti oleh PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Pada 11 April 2022 lalu, emiten berkode GOTO ini menjadi perusahaan teknologi rintisan kedua yang membuka penawaran saham perdana kepada publik.
Seturut dengan klasifikasi BEI, perusahaan ini sama-sama bergerak di sektor perangkat lunak dan jasa teknologi informasi. Keduanya pun dikenal luas oleh publik sebagai penyedia berbagai platform dan produk dalam ekosistem digital.
Popularitas dua jenama di atas tak pelak menarik animo publik. Bukalapak mendapatkan respons yang besar, bahkan sebelum melakukan perdagangan perdana. Merujuk arsip Kompas, jumlah orang yang mendaftar untuk membeli saham sebelum perdagangan perdana mendekati 1 juta orang.
Angka tersebut terbilang fantastis jika dibandingkan dengan animo publik pada IPO perusahaan sektor lainnya yang hanya diminati oleh puluhan ribu investor ritel. Pada pembukaan pasar di hari pertama, emiten dengan kode BUKA ini telah mencatatkan 96.000 investor yang telah membeli saham.
NINO CITRA ANUGRAHANTO
CEO Bukalapak Achmad Zaky menyampaikan pencapaian Bukalapak selama 2017 dalam acara HUT Ke-8 Bukalapak di Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Faktor promosi dan menghangatnya iklim berinvestasi saat pandemi menyumbang peran dalam larisnya emiten ini. Meski demikian, sejumlah kalangan menyebut derasnya arus untuk membeli saham BUKA juga didorong oleh rasa fear of missing out (FOMO). Dengan kehadiran GOTO di ruang bursa, apakah gejala yang sama juga akan muncul?
Iklim investasi bagi investor ritel atau individu menghangat di tahun pandemi. Pada 2021, jumlah investor domestik di pasar modal mencapai 7,5 juta. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat dari tahun 2020. Padahal, pertambahan jumlah investor pada tahun sebelumnya ada di kisaran 40 persen hingga 60 persen.
Hingga Maret 2022, investor domestik di pasar modal telah mencapai 8,4 juta. Investor ritel atau individu secara umum didominasi oleh generasi muda. Sebanyak 60,18 persen berusia di bawah 30 tahun dan 21,61 persen berusia antara 31 hingga 40 tahun.
Perusahaan teknologi, apalagi dengan status unicorn atau decacron, menarik calon investor untuk menanamkan modalnya. Dengan IPO Bukalapak dan GoTo, investor ritel dengan dana yang kecil pun kini memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari “perayaan” kemajuan ekonomi digital.
Sayangnya, nuansa kontraproduktif justru tampak dari animo masyarakat dalam berinvestasi. Gelombang perhatian masyarakat pada IPO Bukalapak dibarengi dengan kekecewaan karena merasa dirugikan secara finansial.
Sayangnya, nuansa kontraproduktif justru tampak dari animo masyarakat dalam berinvestasi.
Sejumlah masyarakat yang menjadi investor BUKA menunjukkan sikap kecewa saat harga saham mengalami penurunan beberapa hari sejak IPO. Kekecewaan ini disampaikan di media sosial, laman e-dagang, hingga kolom komentar Bukalapak di aplikasi Playstore.
Padahal, adalah hal yang lumrah jika pasar saham mengalami penurunan. Respons inilah yang mengindikasi adanya publik yang berinvestasi didorong oleh rasa takut ketinggalan alias FOMO.
KOMPAS/ DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Karyawan Bukalapak bagian pelayanan konsumen sedang bekerja di kantor barunya di kawasan Jakarta Selatan, yang diresmikan bersamaan dengan ulang tahun keenam, Selasa (12/1/2016). Mengawali kiprah sejak tahun 2010, Bukalapak.com tumbuh menjadi salah satu pemain besar perniagaan elektronik Tanah Air.
Analis saham Lucky B Purnomo menyebutnya sebagai euforia investor pemula yang tak diimbangi pengetahuan memadai tentang mekanisme dasar pasar modal yang berfluktuasi (Kompas, 27/11/2021).
Bukalapak sendiri pada perdagangan perdananya melepas 25,8 miliar lembar saham atau setara 25 persen kepemilikan saham. Dengan harga penawaran Rp 850 per lembar, kapitalisasi pasar Bukalapak setara dengan Rp 87,6 triliun.
Pada penutupan perdagangan hari itu, harga saham tercatat di titik Rp 1.060 per lembar atau menguat 24,7 persen dari harga penawaran. Pada debutnya sebagai perusahaan terbuka, valuasi Bukalapak melambung hingga Rp 109,2 triliun.
Sayangnya, performa baik ini tidak bertahan lama. Saham BUKA hanya dua kali mencapai level auto reject atas (ARA) lalu mengalami penurunan. Per 12 April 2022, harga di tutup di titik Rp 322 dan membuat valuasi emiten ini hanya Rp 33,2 triliun.
Bukalapak sendiri masih mencatatkan kerugian sebelum IPO meskipun menunjukkan tren menurun. Berdasarkan laporan keuangan yang dipaparkan dalam prospektus, total rugi komprehensif tahun berjalan 2018 sebesar Rp 2,2 miliar dan Rp 1,3 miliar pada 2020. Bagi investor pemula, fakta dasar semacam ini mungkin masih luput dalam pertimbangan.
Kini, menggiurkannya status decacron GoTo di ambang pertanyaan. Respons publik pada IPO perusahaan teknologi ini akan turut andil dalam penguatan ataupun pelemahan harga saham.
Kapitalisasi pasar dari total saham GoTo setara dengan Rp 400,3 triliun.
GoTo sendiri melepas 40,6 miliar lembar saham atau setara 3,4 persen dari total kepemilikan dengan harga Rp 338 per lembar. Kapitalisasi pasar dari total saham GoTo setara dengan Rp 400,3 triliun.
Pada hari pertama, saham per lembar ditutup di harga Rp 382, menguat 13 persen. Kenaikan ini hanya setengah yang terjadi pada BUKA. Pada hari kedua, saham GoTo ditutup pada harga Rp 370. Melemah sebesar 3,1 persen. Kekecewaan pada fluktuasi harga belum tampil dalam ranah-ranah sosial.
Menjadi investor yang tidak hanya membeo patut untuk dicoba. Dalam konteks FOMO, studi menyebut rasa takut akan ketinggalan sesuatu berawal dari rasa ketidakpuasan yang ada pada diri sendiri.
FOMO makin tak terhindarkan jika paparan sosial media masih mendominasi kehidupan sehari-hari. Setidaknya pesan ini tersampaikan dalam riset Andrew K Przybylski dkk beberapa tahun silam.
KOMPAS/TANGKAPAN LAYAR
Perayaan pencatatan saham perdana Grab di bursa saham Nasdaq.
Dalam ”Motivational, Emotional, and Behavioral Correlates of Fear of Missing Out” yang terbit pada jurnal Elsevier (2013), derajat rasa takut ketinggalan berkaitan dengan kepuasan hidup secara keseluruhan. Riset ini menunjukkan bahwa sampel atau seseorang yang memiliki kepuasan hidup rendah, cenderung memiliki tingkat FOMO yang tinggi.
Studi kedua penelitian ini juga menemukan keterlibatan sosial media dengan FOMO. Sampel dengan derajat FOMO tinggi cenderung menggunakan media sosial (Facebook) lebih sering segera setelah bangun tidur, sebelum tidur, dan selama makan.
Seseorang yang memiliki kepuasan hidup rendah cenderung memiliki tingkat FOMO yang tinggi.
Wartawan sekaligus praktisi investasi Joice Tauris Santi turut berbagi tips untuk menghindari perilaku FOMO. Salah satunya adalah dengan disiplin mengikuti rencana perdagangan (trading plan).
Dalam tahapan membuat rencana perdagangan, investor dapat terlebih dulu membuat stock universe, yaitu saham pilihan yang akan dipantau. Akhirnya, langkah untuk meneliti dan memahami perlu ditempatkan di rak pikiran paling prioritas agar tidak sebatas membeo. (LITBANG KOMPAS)