Survei "Kompas" Elektabilitas Demokrat-PKS Meningkat, Tuah dari Posisi Oposisi
Hasil survei Litbang ”Kompas” pada Januari 2022 menunjukkan peningkatan elektabilitas Partai Demokrat dan PKS. Elektabilitas Demokrat bahkan sudah kembali seperti raihan suara Demokrat di Pemilu 2014.
Oleh
IQBAL BASYARI, RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Elektabilitas Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, dua partai politik di luar koalisi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, mencatatkan hasil positif berdasarkan hasil survei Litbang Kompas periode Januari 2022. Elektabilitas Demokrat bahkan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan survei serupa pada Oktober 2021. Peningkatan elektabilitas kedua partai tersebut dianggap sebagai tuah dari posisi kedua partai sebagai oposisi.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas yang dirilis di harian Kompas dan Kompas.id hari ini, elektabilitas Demokrat yang pada survei Oktober lalu hanya 5,4 persen meningkat menjadi 10,7 persen berdasarkan hasil survei periode Januari 2022. Angka elektabilitas itu menempatkan Demokrat di peringkat ketiga partai politik (parpol) dengan elektabilitas terbanyak di bawah PDI-P dan Gerindra. Demokrat juga menggeser posisi Golkar yang pada survei Oktober berada di peringkat ketiga.
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jika dibandingkan dengan elektabilitas Demokrat di Pemilu 2019, angka elektabilitas berbasis hasil survei itu pun lebih tinggi. Di Pemilu 2019, elektabilitas Demokrat hanya 7,77 persen. Angka elektabilitas 10,7 persen hampir sama dengan raihan Demokrat di Pemilu 2014, 10,19 persen.
Adapun elektabilitas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meningkat tipis, dari semula 6,7 persen menjadi 6,8 persen. Dengan angka elektabilitas itu, PKS berada di peringkat kelima. Peningkatan itu sekaligus melanjutkan tren positif PKS sejak awal 2021. Hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2021 menunjukkan elektabilitas PKS masih di angka 3,7 persen. Kemudian meningkat menjadi 5,4 persen berdasarkan hasil survei April 2021. Namun, angka elektabilitas pada survei Januari 2022 masih belum setinggi elektabilitas PKS di Pemilu 2019 yang bisa mencapai 8,21 persen.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai sikap partai yang konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah turut berkontribusi pada lonjakan elektabilitas Demokrat. Sikap kritis itu tidak asal-asalan. Setiap sikap yang disampaikan kader partai diklaimnya selalu berbasiskan pada suara publik. Hal tersebut tidak hanya disuarakan dalam penyusunan undang-undang, tetapi juga terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tak prorakyat.
”Ini buah dari konsistensi di luar pemerintahan,” ujarnya.
Di luar itu, peningkatan juga dinilai karena konsistensi Demokrat mengonsolidasikan internal partai sejak dipimpin Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Di tengah kesulitan rakyat menghadapi pandemi Covid-19, kader juga diinstruksikan untuk membantu. Selain itu, adanya upaya kudeta kepemimpinan Demokrat beberapa waktu lalu turut juga berkontribusi, terutama setelah pengadilan mematahkan gugatan-gugatan dari kubu yang ingin mengudeta AHY.
”Jadi, kenaikan elektabilitas dua kali lipat itu akumulasi dari banyak hal,” ucapnya.
Meski elektabilitasnya melonjak, Kamhar mengatakan Demokrat tak akan cepat berpuas diri. Untuk tahun ini, konsolidasi internal masih terus diintensifkan. Ini dinilai penting karena mesin politik menjadi kunci pemenangan Pemilu 2024. Selain itu, Agus disebutnya akan lebih intensif bertemu masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat untuk meraih dukungan dan simpati bagi Demokrat.
Secara terpisah, Wakil Sekjen PKS Ahmad Fathul Bari mengatakan pihaknya akan menjadikan hasil-hasil survei sebagai bahan evaluasi.
”Apa yang tersaji di dalam survei itu refleksi dari pendapat publik mengenai PKS. Kritikan dan masukan itu cukup baik dan kami jadikan sarana meningkatkan kinerja anggota legislatif kami di pusat, provinsi, ataupun daerah,” tuturnya.
Mengenai tren positif elektabilitas PKS, Ahmad menilai hal itu buah dari konsistensi sikap PKS sebagai oposisi. ”Mungkin saja publik melihat kondisi demokrasi sekarang ini butuh penyeimbang di tengah kondisi demokrasi yang terkesan satu suara dan tidak ada penyeimbang secara rasional. Terkesan kita bukan sebagai negara demokratis ketika kondisi pemerintahan itu berjalan tanpa kontrol signifikan. PKS melakukannya dan diapresiasi masyarakat,” tuturnya.
Namun, untuk berjalannya demokrasi yang baik, menurut Ahmad, suara PKS belum signifikan. Karena itu, PKS akan berupaya untuk terus meningkatkan elektabilitas partai. Di antaranya, kinerja para pejabat publik dari PKS akan terus dimonitor dan didorong untuk terus ditingkatkan. Jika mereka berkinerja baik, PKS meyakini lebih banyak pemilih memilih PKS di 2024.
Gerak kader PKS di lapangan juga akan diintensifkan. ”Kami punya kekhasan sendiri dalam perjuangan politik. Kader-kader kami bekerja menampung aspirasi dan melakukan kerja sosial sebagai tanggung jawab parpol, serta melakukan advokasi, baik kebijakan di tingkat kota, kabupaten, provinsi, maupun pusat. Dengan demikian, masyarakat akan betul-betul merasakan hadirnya parpol dan pemilu tidak menjadi prosedural, tetapi juga demokrasi substansial,” paparnya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes pun melihat peningkatan elektabilitas Demokrat dan PKS sebagai bagian dari insentif atau keuntungan yang mereka peroleh sebagai partai di luar pemerintahan.
Pada isu-isu tertentu, mereka memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah. Hal ini kemudian mendapatkan perhatian dari publik.