Tak Mau Kasus Kembali Melonjak, Taiwan Enggan Turunkan Status Pandemi
Taiwan, Selandia Baru, dan Hong Kong belajar dari kelalaian. Mereka tidak mau gegabah melakukan pelonggaran meskipun angka penularan Covid-19 telah menurun.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
AFP/SAM YEH
Dua pekerja kesehatan terlihat berjalan di aula yang digunakan untuk vaksinasi Covid-19 di New Taipei City, Taiwan, 8 Juni 2021.
TAIPEI, SELASA — Di tengah gencarnya upaya pemerintah negara-negara di dunia melakukan imunisasi Covid-19 kepada warga masing-masing, Taiwan, Hong Kong, dan Selandia Baru tetap belum mau melonggarkan protokol kesehatan. Negara-negara yang selama tahun 2020 dianggap berhasil menangani laju penularan pandemi ini telah memetik pelajaran bahwa kelengahan, meskipun kecil, berarti lonjakan kasus yang berujung fatal.
Taiwan, misalnya, selama 2020 boleh berbangga tidak memiliki kasus penularan lokal, tetapi hantaman gelombang kedua pandemi yang lebih membahayakan pada 2021 membuatnya kelimpungan. Tak mau mengambil risiko, Pemerintah Taiwan lantas melakukan karantina wilayah atau Siaga Level 3. ”Kita menerapkan Siaga Level 3 sejak bulan Mei. Sejauh ini belum ada tanda-tanda siaga bisa diturunkan ke level 2, apalagi ke level 1,” kata Menteri Kesehatan Taiwan Chen Shih-chung di Taipei, Senin (21/6/2021), kepada kantor berita nasional, CNA.
Siaga Level 3 adalah satu langkah sebelum posisi atau kondisi terparah, yakni Level 4. Kategori Siaga Level 3 berarti ada tiga kluster penularan Covid-19 di dalam satu komunitas atau bisa juga terjadi 10 penularan domestik di dalam satu hari. Total kasus positif Covid-19 sejak Maret 2020 di Taiwan adalah 14.080 kasus.
Sebanyak 12.675 di antara kasus infeksi itu merupakan penularan domestik yang terjadi sejak Mei 2021. Lonjakan kasus domestik itu terjadi karena Taiwan lengah dan terlalu cepat melonggarkan protokol kesehatan di dalam negeri. Pelonggaran itu membuat galur virus SARS-CoV-2 Delta, Alfa, dan Beta menyebar.
Sepanjang tahun 2020, jumlah kematian adalah 12 orang. Sejak Mei 2021 jumlahnya melonjak menjadi 569 orang dengan rentang usia 50-100 tahun. ”Pemerintah dan para pakar kesehatan belum bisa memastikan kapan Taiwan bisa menurunkan status siaga. Oleh karena itu, protokol kesehatan tetap harus ditegakkan. Tetap memakai masker dan jangan ciptakan kerumunan,” ujar Chen.
TAIWAN CENTERS FOR DISEASE CONTROL VIA AP
Pesawat kargo China Airlines, yang mengangkut vaksin Covid-19 dari Memphis, AS, mendarat di bandara luar Taipei, Taiwan, Minggu (20/6/2021). AS mengirimkan 2,5 juta vaksin Covid-19 buatan Moderna ke Taiwan.
Berdasarkan data Badan Pengendalian Wabah Taiwan (CECC), dari 23,8 juta penduduk Taiwan, sudah 1,48 juta orang memperoleh suntikan pertama vaksin Covid-19. Adapun yang telah menerima dosis lengkap imunisasi ini baru 27.000 orang. Taiwan menggunakan vaksin Moderna dan AstraZeneca yang mereka peroleh dari program Covax yang diinisiasi Perserikatan Bangsa-Bangsa serta vaksin bantuan dari Jepang dan Amerika Serikat.
Juru bicara CECC, Chuang Jen-hsiang, mengungkapkan, jumlah kasus baru di tanggal 21 Juni adalah 75 orang. Satu hari sebelumnya, tanggal 20 Juni, jumlah kasus positif Covid-19 baru adalah 107 orang. Ini pertama kalinya sejak 15 Mei jumlah kasus harian di bawah 100 orang.
Berdasarkan perkembangan tersebut, Uni Eropa memasukkan Taiwan ke dalam daftar boleh terbang ke wilayah mereka untuk urusan esensial, seperti diplomasi dan bisnis. Syarat masuk ke dalam daftar ini adalah negara tersebut memiliki kasus positif Covid-19 paling banyak 75 orang per 100.000 penduduk dan individu yang akan datang ke Uni Eropa tersebut telah menerima dosis lengkap vaksin yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Ketat
Langkah serupa juga diambil oleh Pemerintah Hong Kong. Mereka tidak melakukan karantina wilayah, tetapi Pemimpin Hong Kong Carrie Lam melalui keterangan resmi di portal berita pemerintah menekankan protokol kesehatan tidak boleh diabaikan. Di samping itu, pengetesan dan penelusuran kontak tetap dilakukan secara rutin agar semua warga terpantau.
Dari 7,5 juta penduduk Hong Kong, 1,94 juta orang telah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama dan 1,28 juta orang sudah menerima dosis lengkap. Pemerintah mengembangkan wacana untuk melonggarkan protokol kesehatan, misalnya di acara ibadah dan pernikahan apabila dua pertiga hadirin telah menerima imunisasi lengkap.
Akan tetapi, pakar mikrobiologi Hong Kong, Ho Pak-leung, dalam wawancara dengan harian The Standard menjelaskan, pemerintah sebaiknya menunda pemikiran itu. ”Hong Kong memang sudah 16 hari ini tidak memiliki kasus penularan domestik, tetapi lebih baik kita menunggu 28 hari tanpa penularan domestik. Baru setelah itu mulai membahas soal kemungkinan melonggarkan protokol kesehatan dengan syarat jumlah orang yang divaksin telah mencapai target,” katanya.
AP/RICK RYCROFT
Para penumpang bersiap di Bandara Sydney, Australia, untuk mengejar penerbangan ke Selandia Baru, saat koridor perjalanan (travel bubble) antara Australia dan Selandia Baru resmi dibuka, Senin (19/4/2021). Langkah itu diambil setelah kedua negara berhasil menghentikan penularan Covid-19 di wilayah mereka.
Sementara itu, dilansir dari media Selandia Baru, Stuff, tim tanggap Covid-19 Pemerintah Selandia Baru mengumumkan kepada parlemen bahwa butuh tiga hingga lima tahun bagi negara itu untuk bisa melonggarkan protokol kesehatan secara drastis. Sir Brian Roche, juru bicara tim, menjelaskan, saat ini seluruh dunia masih dalam tahap coba-coba. Sejumlah negara yang merasa telah mencapai target imunisasi Covid-19 menganggap kondisi mereka aman untuk tidak mewajibkan masker dan mengizinkan kumpul-kumpul.
”Padahal, belum ada satu pun bukti ilmiah bahwa keadaan benar-benar aman, termasuk bagi orang-orang yang telah diimunisasi. Selandia Baru jangan terjebak keamanan semu itu. Pastikan dulu semua bukti ilmiah ada, baru kita membuat tindakan terukur,” kata Roche. (AP/REUTERS)