Makanan Bergizi Tak Melulu Sayur dan Buah
Makanan sehat tidak hanya mengandung sayur dan buah, tetapi juga sumber karbohidrat serta lauk-pauk yang tinggi akan protein. Setiap kali makan, prinsip keragaman pangan pun perlu diperhatikan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F06%2F18%2F62d944ca-862a-4b88-b817-e71857fe4243_jpg.jpg)
Kesibukan di katering My Meal, Kota Tangerang, Banten, saat mempersiapkan menu makanan sehat untuk anak.
Asupan gizi paling baik yang dibutuhkan oleh tubuh adalah gizi seimbang. Karena itu, pemahaman soal makanan sehat hanya sebatas sayur dan buah sebenarnya kurang tepat.
Gizi seimbang artinya porsi karbohidrat, protein, mineral, dan berbagai vitamin dalam makanan yang dikonsumsi cukup dan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan pemantauan berat badan secara teratur juga harus diperhatikan.
Setiap makanan pun punya kandungan berbeda-beda sehingga amat penting untuk mengonsumsi makanan yang beragam setiap hari. Kebutuhan porsi nutrisi setiap umur pun berbeda-beda. Pada usia anak yang mulai mengonsumsi makanan pendamping ASI, misalnya, asupan protein hewani perlu diutamakan. Protein hewani yang bisa didapatkan dari telur, ikan, dan daging-dagingan ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Baca juga : Tak Hanya Kasih Sayang, Perempuan Mesti Memiliki Pengetahuan tentang Gizi
Sayangnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang ini masih minim. Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab tingginya persoalan tengkes di Indonesia. Tengkes (stunting) merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu mulai dari dikandung hingga anak usia dua tahun.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2017%2F12%2F27%2F56e3308a-627d-4776-badb-863ee8270516_jpg.jpg)
Pengunjung mencoba menyusun menu makanan sehat dalam kampanye zona sehat Nestle Indonesia, di Jakarta, Kamis (10/4/2014). Penerapan pola makan sehat menjadi salah satu upaya dalam mengatasi obesitas. Cara yang mudah dalam diet makanan sehat adalah perbandingan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein, lemak, serta makanan sumber serat, seperti sayur dan buah.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan, prevalensi tengkes di Indonesia sebesar 24,4 persen atau satu dari empat anak di Indonesia mengalami tengkes. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya, yakni 37,2 persen pada 2013, lalu 30,8 persen pada 2017, dan 27,6 persen pada 2019.
Meski begitu, prevalensi tengkes harus bisa diturunkan menjadi 14 persen pada 2024. Hal tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Target tersebut cukup ambisius karena artinya setiap tahun penurunan tengkes harus mencapai 3,5 persen.
Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Hardinsyah dalam peringatan Hari Gizi Nasional Ke-62 di Jakarta, Selasa (25/1/2022), menyebutkan, prinsip untuk mencegah tengkes adalah melalui intervensi sejak dini. Perbaikan gizi perlu dilakukan sejak anak usia remaja, yang kemudian dilanjutkan pada calon pengantin serta masa 1.000 hari pertama kehidupan.
Kebutuhan gizi juga harus dipenuhi dengan baik, termasuk pada keamanan, kebersihan, dan lingkungan yang terjaga. Akses pelayanan kesehatan pun perlu dipastikan berkualitas. Semua upaya tersebut bisa dilakukan secara optimal apabila ada dukungan dan peran bersama dari semua pihak.
Baca juga :Makan Lezat atau Makan Sehat?
”Praktik asupan gizi anak di Indonesia belum optimal sehingga pemenuhan gizi mikro pun belum memadai. Keragaman konsumsi pangan, konsumsi makanan sumber zat besi, dan praktik hygiene makanan juga belum optimal. Perbaikan konsumsi pangan pada anak-anak di Indonesia perlu dilakukan,” tutur Hardinsyah yang saat ini juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan, kualitas protein yang dikonsumsi rata-rata per orang per hari masih rendah karena sebagian besar asupan protein berasal dari protein nabati, seperti serealia dan kacang-kacangan. Selain itu, jumlah konsumsi rata-rata sayur penduduk Indonesia baru 63,3 persen dan konsumsi buah 62,1 persen.

Masalah gizi anak di Indonesia
Hardinsyah mengatakan, pangan yang terbukti dapat mencegah tengkes pada janin atau bayi dalam kandungan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil antara lain ikan, telur, susu, pangan hewani, serta lauk-pauk. Kandungan tersebut juga perlu dilengkapi dengan asam lemak esensial; sumber energi dari karbohidrat dan air; mineral, seperti kalsium, zink, magnesium, dan zat besi; vitamin A, C, dan D; serta asam folat.
Sementara itu, sumber pangan yang terbukti dapat mencegah tengkes yang perlu dikonsumsi setelah bayi lahir adalah ASI eksklusif sampai anak usia enam bulan, pemberian makanan pendamping ASI mulai anak usia enam bulan, telur, ikan, pangan hewani, dan lauk-pauk lain. Sumber pangan tersebut dikonsumsi sebagai bagian dari gizi seimbang.
Asupan gizi adekuat
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, masih banyak anak yang tidak mendapatkan asupan gizi adekuat. Padahal, gizi tersebut dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal.
Keragaman konsumsi pangan, konsumsi makanan sumber zat besi, dan praktik hygiene makanan juga belum optimal. Perbaikan konsumsi pangan pada anak-anak di Indonesia perlu dilakukan.
Karena itu, upaya strategis pun perlu dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah gizi, terutama masalah tengkes di Indonesia. Strategi yang perlu dijalankan dimulai dari deteksi dini melalui pemantauan tumbuh kembang secara rutin di posyandu, penguatan promosi gizi seimbang, pemberian makanan tambahan pada bayi dan anak, pemberian ASI eksklusif, serta pemberian makanan pendamping ASI yang penuh gizi dengan mengutamakan asupan makan tinggi protein hewani.
”Makanan tinggi protein hewani harus mulai diberikan sejak anak usia enam bulan. Sebagai langkah awal yang mudah dan mampu dilaksanakan, maka dianjurkan untuk memberikan satu telur satu hari untuk mencukupi kebutuhan protein anak,” ucap Budi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F08%2F30%2F32c13a9c-8e6f-4d36-a34e-b13e176c7ed6_jpg.jpg)
Ibu-ibu membawa anak balita penderita gizi buruk dan kurang gizi ke Puskesmas Manamas, Kecamatan Nai Benu, Timor Tengah Utara, beberapa waktu lalu, untuk mendapatkan makanan tambahan dari puskesmas. Kasus kurang gizi atau gizi buruk di kalangan masyarakat NTT masih tinggi. Akan tetapi, di balik kasus kemanusiaan ini, korupsi yang diperankan pejabat dan PNS pun masih marak.
Kolaborasi
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali menyampaikan, permasalahan tengkes mencakup persoalan multidimensional sehingga memerlukan upaya lintas sektor dalam kerja bersama yang terintegrasi. Konsolidasi program pun harus dipastikan terkoordinasi dari pusat, daerah, hingga tingkat desa.
Baca juga : Konsumsi Gizi Seimbang pada Masa Pandemi
Pendekatan multisektor dalam penanganan tengkes meliputi bidang kesehatan dan gizi, air minum dan sanitasi, pengasuhan dan pendidikan usia dini, perlindungan sosial, dan ketahanan pangan. Upaya percepatan penurunan tengkes juga telah disepakati, antara lain melalui pendampingan di provinsi dengan jumlah anak balita tengkes tertinggi. Provinsi itu meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Banten, dan Nusa Tenggara Timur.
”Permasalahan stunting merupakan permasalahan bersama sehingga semua harus ikut bergerak, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Semua pihak punya tanggung jawab kepada masyarakat dan anak kita untuk menyelesaikan permasalahan ini,” ucap Pungkas.