Pegunungan Menoreh di perbatasan DI Yogyakarta dengan Jawa Tengah dilimpahi berbagai kekayaan alam dan telah ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO. Konservasi terus diupayakan warga untuk menjaga kelestariannya.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Seorang warga Desa Jatimulyo menunjukkan gambar salah satu burung yang ada di desa tersebut, Minggu (14/11/2021), di Omah Kopi Sulingan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dunia internasional mengakui kawasan Pegunungan Menoreh sebagai cagar biosfer pada Oktober 2020. Namun, pelestarian kekayaan ekologi di dalamnya sudah berjalan sejak lama. Alam dijaga, warga sejahtera.
Seekor burung cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma) hinggap di ranting pohon di depan Omah Kopi Sulingan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (14/11/2021) siang. Burung kecil kehijauan itu mematuk-matuk buah pisang yang diletakkan di ranting pohon. Cukup lama makan pisang, burung itu pun terbang lagi.
Cabai bunga api dikenal sebagai burung bersuara merdu sehingga kerap diburu. Namun, siang itu, tak ada yang berani menangkap, atau sekadar mengganggu. Beberapa orang di Omah Kopi Sulingan pun hanya melihat burung dari kejauhan.
Kondisi itu tak lepas dari status Desa Jatimulyo sebagai desa ramah burung. Bahkan, desa itu telah memiliki peraturan larangan perburuan burung. Memasuki desa di kawasan Pegunungan Menoreh itu, banyak dijumpai pengumuman Jatimulyo sebagai kawasan pelestarian burung.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Papan pengumuman kawasan pelestarian burung terpasang di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (14/11/2021).
Sekretaris Desa Jatimulyo Mardiyanta menuturkan, larangan berburu burung itu diatur dalam Peraturan Desa Jatimulyo Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Ia menyebut, sebelum perdes terbit, aktivitas perburuan burung sangat marak. ”Pada 2000-an, perburuan burung masif sekali, terutama burung-burung kicauan. Karena bernilai ekonomi tinggi, mereka ditangkap lalu dijual,” ujarnya.
Melihat masifnya perburuan burung itu, warga pun resah. Bahkan, sejumlah warga lokal yang sebelumnya kerap berburu pun mulai sadar aktivitas mereka membuat populasi beberapa jenis burung susut drastis. Keresahan itu yang mendorong warga mendesak pemerintah desa menerbitkan perdes larangan perburuan burung. Tak hanya larangan berburu burung, aturan itu juga mencakup pelestarian lingkungan lain, seperti perlindungan mata air, sungai, dan larangan penangkapan ikan dengan racun atau bom ikan.
Aktivitas perlindungan burung di Jatimulyo dikoordinasikan warga dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi. Salah satu aktivitasnya adalah program adopsi sarang burung.
Sekretaris Desa Jatimulyo Mardiyanta menunjukkan gambar jenis-jenis burung yang ada di desa tersebut, Minggu (14/11/2021), di Omah Kopi Sulingan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Salah seorang pengurus KTH Wanapaksi, Suhandri (27), mengatakan, program adopsi sarang burung dimulai pada 2015. KTH Wanapaksi mengajak berbagai pihak mendonasikan sejumlah uang untuk menjaga dan memantau sarang-sarang burung di Jatimulyo. ”Kalau satu sarang burung sudah diadopsi, akan ada laporan rutin ke pengadopsi. Misalnya, ini burungnya masih mengerami telur atau anakan burungnya sudah lahir dan sudah bisa makan,” tutur Suhandri.
Ada tiga jenis paket program adopsi sarang burung. Pertama, adopsi sarang burung yang populasinya tinggal sedikit, misalnya sulingan dan pelatuk besi (Dinopium javanense), dengan nilai donasi sebesar Rp 1,5 juta. Paket kedua, adopsi sarang burung jenis elang dengan nilai donasi Rp 1 juta. Paket ketiga, adopsi sarang burung yang umum ditemukan di Jatimulyo, tapi berwarna bagus dan banyak diburu, seperti madu jawa (Aethopyga mystacalis) dan kehicap ranting (Hypothymis azurea). Nilai donasinya Rp 800.000.
Menurut Suhandri, uang donasi akan digunakan beragam keperluan, misalnya memberikan insentif kepada warga penemu serta pemilik lahan tempat sarang burung. Selain itu, untuk biaya operasional pemantauan sarang burung. ”Program adopsi ini memberi tambahan pemasukan bagi warga. Yang dulunya berburu, sekarang jadi pencari sarang burung untuk diadopsi,” ujarnya.
Kompas
Pekerja mengangkut bibit tanaman yang akan dibagikan secara gratis untuk program penghijauan di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (13/11/2021).
Cagar biosfer
Aktivitas perlindungan burung di Desa Jatimulyo merupakan salah satu upaya konservasi masyarakat di kawasan Pegunungan Menoreh, di perbatasan DIY dan Jawa Tengah. Upaya itu selaras dengan penetapan kawasan Merapi Merbabu Menoreh sebagai cagar biosfer oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada Oktober 2020.
Cagar biosfer adalah konsep pengelolaan kawasan yang mengharmonisasikan kebutuhan konservasi, sosial, dan ekonomi secara berkelanjutan. Dalam konsep cagar biosfer, kawasan konservasi menjadi area inti yang mesti dijaga.
Penetapan kawasan Menoreh sebagai salah satu bagian cagar biosfer disambut baik Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Dinas Pariwisata setempat pun berencana mengembangkan lima geowisata di kawasan Pegunungan Menoreh, yakni Gunung Ijo, Gunung Gajah, Gunung Kendil, Gua Kiskendo, dan Gua Sriti. ”Kami ingin mengembangkan Kulon Progo sebagai panggung geowisata purba dunia,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo Joko Mursito.
Kami ingin mengembalikan fungsi Menoreh sebagai daerah resapan air, tetapi juga menghasilkan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pesepeda melintasi area pertanian dengan latar belakang Pegunungan Menoreh di Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/11/2021).
Ia menyebut, dalam pengembangan geowisata itu, situs geologi akan dilestarikan sebagai daya tarik wisata. ”Konsepnya, bagaimana situs geologi tetap abadi dan mengemas area sekitarnya untuk pendukung. Kami akan memperkuat sumber daya manusia melalui desa wisata, memperbanyak homestay, dan membenahi akses infrastruktur,” kata Joko.
Selain Kulon Progo, pelestarian lingkungan Menoreh juga dilakukan sejumlah pihak di Kabupaten Magelang, Jateng. Salah satunya di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman. Tokoh masyarakat Desa Ngargoretno, Soim (40), mengatakan, upaya konservasi bahkan sudah dimulai pada 2002. Waktu itu, daerah itu mulai kerap dilanda bencana tanah longsor saat musim hujan dan kekeringan kala kemarau.
Kondisi itu membuat masyarakat tergerak melakukan konservasi dengan menanam berbagai tumbuhan yang berdampak baik pada lingkungan, misalnya beringin dan gayam. Mereka juga membudidayakan tanaman kopi yang sekaligus memberi penghasilan.
Kompas
Jalan setapak yang menjadi akses wisatawan untuk melihat berbagai bentuk formasi bebatuan marmer di Museum Marmer Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (13/11/2021).
Apalagi, pada masa Hindia Belanda, kawasan lereng Menoreh di Desa Ngargoretno juga merupakan perkebunan kopi. Namun, karena anjloknya harga kopi pada masa Orde Baru, banyak warga menggantinya dengan tanaman lain.
”Kami ingin mengembalikan fungsi Menoreh sebagai daerah resapan air, tapi juga menghasilkan. Makanya, kami mencoba memunculkan kembali semangat masyarakat menanam kopi,” tutur Soim.
Untuk meningkatkan nilai tambah, kopi yang ditanam warga Ngargoretno tak hanya dijual dalam bentuk mentah, tetapi sebagian dibeli badan usaha milik desa (BUMDes) setempat dan diolah menjadi kopi kemasan. Warga juga mengembangkan wisata edukasi. Wisatawan bisa belajar pengolahan kopi dan gula aren, budidaya madu liar, pembibitan tanaman, hingga peternakan kambing etawa.
Selain itu, Ngargoretno juga memiliki kawasan batu marmer yang dikelola menjadi destinasi wisata Museum Alam Marmer Indonesia. ”Kami mengelola kawasan marmer agar menjadi wisata edukasi, bukan produk tambang. Kalau ditambang, pasti akan menggusur warga dan merusak alam,” ungkap Soim.
Warga lereng Menoreh tak ingin mengingkari alam yang ratusan tahun telah melimpahi mereka dengan kesejahteraan. Di tengah godaan menggerogoti alam untuk faedah sesaat, mereka memilih jalan konservasi agar keseimbangan semesta tetap terjaga.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Tokoh masyarakat Desa Ngargoretno, Soim, membuat minuman kopi dari biji kopi yang ditanam di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (13/11/2021).