Rasa kemanusiaan selalu menemukan jalannya meski pandemi tidak kunjung usai. Sekantong plasma adalah harapan hidup untuk sesama.
Oleh
machardin wahyudi ritonga
·5 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Penyintas Covid-19 meremas bola karet saat mendonorkan plasma konvalesen di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/1/2021). Donor plasma konvalesen dibutuhkan untuk membantu penyembuhan pasien Covid-19.
Pencarian Frasta (33), warga Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, mencari plasma darah untuk ayahnya masih belum menemukan ujungnya. Padahal, sudah lima hari terakhir, dia mengetuk kemurahan hati penyintas Covid-19 demi menyelamatkan nyawa ayahnya, Rusnandar (66).
”Setelah rontgen, paru-paru bapak ada bercaknya. Bapak sekarang diisolasi di rumah sakit karena mengalami happy hypoxia (kadar oksigen kurang),” ujarnya saat dihubungi di Bandung, Selasa (29/6/2021).
Meski diisolasi tanpa menggunakan alat bantu pernapasan, Frasta tetap khawatir. Kondisi ayahnya bisa turun kapan saja. Apalagi, Rusnandar memiliki penyakit jantung.
Karena itu, dia memaksimalkan semua media sosial yang dimiliki untuk mencari donatur. Lebih dari 10 grup Whatsapp yang dia ikuti digunakan untuk menyebarkan kebutuhan mendesak ini. Tidak lupa, syarat pendonor pun disertakan dan nomor kontaknya digunakan sebagai narahubung.
”Sudah ada 10 orang baik yang bersedia menjadi pendonor. Sayangnya, mereka belum lolos syarat saat pencocokan plasma darah. Jadi, sampai sekarang masih belum dapat pendonor,” ujarnya.
Dalam penantiannya, Frasta ternyata tidak sendirian. Dia bercerita, dalam pencarian di grup-grup WA, dia kerap menemui pesan berantai serupa, mencari pendonor plasma konvalesen. Di media sosial yang dia akses pun sering ada para pencari donor plasma konvalesen dengan format penulisan yang serupa.
”Ternyata teman-teman di grup juga ada yang mencari plasma. Rata-rata buat keluarga. Mereka mencari karena plasma ini untuk antibodi pasien,” ujarnya.
Di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19, terapi plasma konvalesen menjadi ikhtiar untuk sembuh. Terapi ini menggunakan plasma pasien yang sembuh.
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio memaparkan, terapi ini menggunakan pendekatan mekanisme pembentukan antibodi ketika terinfeksi jamur, bakteri, atau virus.
”Antibodi pasien yang sudah sembuh berarti sudah bisa mengatasi infeksinya. Itu (antibodi) bisa dipakai untuk membantu orang lain yang masih sakit,” katanya.
Dicari
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Seorang penyintas Covid-19 mendonorkan plasma konvalesen di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/1/2021). Donor plasma konvalesen dibutuhkan untuk membantu penyembuhan pasien Covid-19.
Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia Kota Bandung Uke Muktimanah menuturkan, plasma konvalesen menjadi terapi alternatif memerangi Covid-19. Selain itu, pemberian obat antivirus dan vitamin untuk membentuk antibodi tetap menjadi terapi standar untuk pemulihan Covid-19.
Kini, plasma konvalesen pun menjadi barang yang dicari. Uke memaparkan, antrean permintaan plasma darah yang masuk ke PMI Kota Bandung hingga Selasa mencapai 458 pasien. Jumlah ini terdiri dari 156 pasien golongan darah A, pasien darah B (138), pasien darah O (132), dan pasien darah AB (32).
Permintaan ini tidak sebanding dengan kemampuan mereka. Karena keterbatasan alat, PMI Kota Bandung saat ini baru bisa memproses 20 donor yang masuk dalam sehari. Sementara itu, rata-rata penambahan pasien yang meminta plasma darah jauh lebih besar dari itu.
Kepala Subbagian Teknologi Informasi dan Humas UTD PMI Kota Bandung Budi Wandina menambahkan, saat ini, PMI Kota Bandung hanya memiliki lima unit mesin apheresis. Alat ini digunakan untuk mengolah darah yang masuk sehingga memisahkan komponen yang dibutuhkan, termasuk plasma darah.
Pendonor itu roh bagi PMI sebagai pahlawan kemanusiaan. Plasma ini harus dapat dari penyintas. Banyak pasien di luar sana yang membutuhkan plasma untuk hidup. Tetesan darah ini jadi alternatif kesembuhan mereka.
Budi berharap, ketersediaan alat bisa ditambah. Hal itu berpotensi menambah kebutuhan plasma yang dibutuhkan. Namun, dia mengingatkan, penambahan alat juga diiringi dengan peningkatan jumlah petugas. Saat ini, baru ada lima petugas yang bertugas di bagian apheresis itu.
Hal itu bukan tanpa alasan. Mereka berpacu dengan waktu di tengah tingginya kasus Covid-19 di Kota Bandung. Pusat Informasi Covid-19 Kota Bandung mencatat, hingga Selasa (29/6/2021) pukul 18.34, sebanyak 24.326 warga Kota Bandung terkonfirmasi positif Covid-19. Jumlah ini bertambah 325 pasien dari hari sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, 2.846 pasien masih dalam isolasi atau perawatan. Di sisi lain, keterisian rumah sakit di Kota Bandung telah menyentuh 94 persen dalam pekan ini. Artinya, banyak pasien berpotensi membutuhkan plasma darah demi kesembuhan mereka.
Penambahan
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Petugas menunjukkan plasma konvalesen yang didonorkan penyintas Covid-19 di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/1/2021). Plasma konvalesen ini akan dikirimkan ke rumah sakit untuk membantu penyembuhan pasien Covid-19.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Ketua PMI Kota Bandung Ade Koesjanto menuturkan, pihaknya sedang mengupayakan penambahan mesin apheresis sehingga PMI Kota Bandung memiliki tujuh mesin. Hal tersebut diharapkan bisa meningkatkan pengolahan darah di Kota Bandung.
Di samping itu, Ade berharap edukasi terhadap masyarakat, terutama penyintas Covid-19, bisa berdampak pada kesediaan masyarakat untuk menjadi pendonor. Semakin banyak warga yang mau mendonor, harapan hidup para pasien pun akan meningkat.
Uke menambahkan, kriteria eks pasien Covid-19 yang cocok menjadi pendonor plasma adalah pasien bergejala sedang dan berat dengan rentang usia 17-60 tahun dan berat minimal 47 kilogram. Mereka tidak memiliki penyakit bawaan (komorbid) dan bagi wanita belum pernah hamil.
Para pendonor setidaknya pernah mengalami gejala demam, sesak, batuk, serta diikuti pusing dan diare untuk varian terbaru. Selain itu, eks pasien diperbolehkan mendonor sejak 14 hari dinyatakan sembuh berdasarkan tes reaksi berantai polimerase (PCR) atau mendapatkan surat keterangan sembuh. Keterangan ini berlaku kurang dari tiga bulan.
”Pendonor itu roh bagi PMI sebagai pahlawan kemanusiaan. Plasma ini harus dapat dari penyintas. Banyak pasien di luar sana yang membutuhkan plasma untuk hidup. Tetesan darah ini jadi alternatif kesembuhan mereka,” ujar Ade.
Dalam perbincangannya dengan Kompas awal tahun lalu, Guntur Septapati (44), dokter di salah satu rumah sakit di Bandung, tidak ragu mendonorkan plasmanya. Dia berharap hal itu bisa meringankan beban orang yang masih diserang Covid-19 seperti dia dulu.
Pada November 2020, ia harus mengisolasi diri selama hampir tiga pekan karena terpapar Covid-19. Rasanya semakin menyakitkan saat menjadi saksi keganasan Covid-19 yang merenggut nyawa rekan sejawat, pasien, dan tetangganya. ”Saya belum tahu plasma darah ini akan diberikan kepada siapa. Semoga bisa membantu siapa pun yang sedang berusaha sembuh dari Covid-19,” katanya.
Saat pandemi ini, sekantong plasma adalah harapan untuk sesama. Apa pun keadaannya, rasa kemanusiaan itu harus tetap dijaga.