JAKARTA, KOMPAS — Durasi puasa yang pendek di Indonesia, sekitar 12 jam, menjadi daya tarik bagi wisatawan Islam dari mancanegara. Diperkirakan lebih dari 400.000 wisman Islam akan datang selama Ramadhan dan Lebaran.
”Durasi puasa di Indonesia cukup pendek, hanya 12 jam. Kalau di Eropa atau di Amerika bisa lebih dari 16 jam. Beramadhan di Indonesia bisa dijual kepada wisatawan asing, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya saat membuka Festival Ramadhan di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Selama Ramadhan, kunjungan wisatawan Nusantara (wisnus) akan turun hingga 50 persen. Hanya sekitar 10 juta orang. Namun, saat Lebaran, akan ada 20 juta wisnus yang akan bepergian mudik dan jalan-jalan, jadi total menjadi 30 juta orang. Menurunnya kunjungan wisnus ini bisa dipakai untuk menarik wisman masuk ke Indonesia. ”Kita buat penawaran khusus yang menarik, seperti 3 hari 2 malam cuma Rp 1 juta atau sekitar 70 dollar AS. Tawaran ini tentu sangat menarik,” kata Arief.
Dia mengatakan, ada banyak tempat ziarah, wisata religi, dan juga kebiasaan hidup umat Islam di Indonesia bisa dijual kepada wisman yang tertarik merasakan kehidupan Muslim Indonesia. Negara sasaran yang dituju adalah Timur Tengah, Asia, dan juga Eropa.
Arief sangat optimistis Festival Ramadhan akan menarik banyak peminat karena peringkat Indonesia sebagai tujuan pariwisata Muslim terus meningkat. Jika tahun 2015 Indonesia berada di peringkat keenam, kini pada tahun 2018 sudah di peringkat kedua setelah Malaysia.
Sementara Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan mengatakan, saatnya Indonesia mulai dilirik wisman untuk menghabiskan bulan Ramadhan. Sudah ada turis dari Afrika Selatan yang datang ke sini untuk berpuasa. Juga ada beberapa turis Muslim asal Amerika Serikat yang tinggal di Tasikmalaya untuk memperdalam agama.
Dia mengatakan, peluang itu juga sudah ditangkap oleh biro-biro perjalanan untuk mendatangkan wisman ke Indonesia. ”Biasanya biro perjalanan itu lebih membawa wisatawan kita outbond untuk umrah selama puasa. Kini mereka mulai mendatangkan turis,” kata Riyanto.
Dalam kesempatan yang sama, Arief Yahya juga menyambut kedatangan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan Tourism NHTV Breda and Wageningan University Belanda. Kedua institusi pendidikan itu melakukan tiga riset bersama mengenai pariwisata di Belanda, Toraja, dan Sumba-Belitung.
Kepada para mahasiswa tersebut, Arief mengatakan bahwa digitalisasi menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan untuk memasarkan destinasi wisata. Namun, yang tidak kalah penting adalah menjaga kelestarian lingkungan dan keberlangsungan pariwisata. ”Makin dilestarikan makin menyejahterakan,” kata Arief.