Pementasan Nyoman Erawan Awali Pembukaan Pameran Bali Megarupa
Pergelaran ritus seni bertajuk ”Kidung Megarupa” garapan Nyoman Erawan membuka pameran seni rupa Bali Megarupa 2019 di Museum Seni Agung Rai, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (22/10/2019) malam.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Nyoman Erawan saat pementasan ritus seni tari, rupa, dan bunyi bertajuk Kidung Megarupa yang mengawali rangkaian pembukaan pameran seni rupa Bali Megarupa 2019 di Museum ARMA, Ubud, Gianyar, Bali, Selasa (22/10/2019).
GIANYAR, KOMPAS — Pergelaran ritus seni bertajuk Kidung Megarupa garapan Nyoman Erawan membuka pameran seni rupa Bali Megarupa 2019 di Museum Seni Agung Rai (ARMA), Ubud, Kabupaten Gianyar, Selasa (22/10/2019) malam. Pameran seni rupa Bali Megarupa, yang menghadirkan karya 103 perupa di empat lokasi pameran yang terpisah, akan berlangsung hingga Sabtu (9/11).
Pembukaan pameran Bali Megarupa di Museum ARMA Ubud, Selasa malam, ditandai pemukulan gong oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang mewakili Gubernur Bali Wayan Koster.
”Pemerintah Provinsi Bali menyambut baik dan mendukung gagasan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyelenggarakan pameran seni Bali Megarupa,” kata Tjok Oka Sukawati. ”Seni rupa perlu mendapatkan ruang apresiasi yang lebih luas. Kami berharap pameran seni Bali Megarupa menjadi embrio pameran seni rupa berskala besar sesuai namanya Bali Megarupa,” ujar Tjok Oka Sukawati.
Ritus seni tari, rupa, dan bunyi bertajuk Kidung Megarupa menghadirkan pertunjukan sejumlah kesenian, mulai dari seni tari, puisi, gamelan, seni instalasi, hingga pertunjukan multimedia. Pertunjukan lintas bidang seni dan melibatkan sejumlah seniman dari berbagai bidang seni tersebut, yang konsepnya digagas Erawan, sejalan tema pameran Bali Megarupa, yakni ”Tanah, Air, dan Ibu”.
Sastrawan Warih Wisatsana, yang juga tim kurator pameran Bali Megarupa, misalnya, mengisi pertunjukan Kidung Megarupa dengan membacakan puisi pada awal pergelaran ritus tersebut. Warih tampil bersama dalang Gusti Putu Sudarta yang melantunkan kidung. Erawan tidak hanya menampilkan tari, tetapi juga sebentuk proses berkreasi dalam seni rupa dengan mencipratkan cat berwarna. Pertunjukan itu dinamai ritus seni tari, rupa, dan bunyi.
Tradisi sampai kontemporer
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (kiri) memukul gong sebagai penanda pembukaan pameran seni rupa Bali Megarupa 2019 di Museum ARMA Ubud, Gianyar, Selasa (22/10/2019). Pameran seni rupa Bali Megarupa akan berlangsung hingga Sabtu (9/11).
Bali Megarupa adalah pameran seni rupa perdana yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Bali pada tahun ini. Pameran dibagi dalam empat subtema yang mencerminkan perkembangan seni rupa Bali dari seni tradisi hingga kontemporer, yakni, hulu, arus, campuhan, dan muara.
Pameran dilangsungkan di empat tempat berbeda, yakni Museum Puri Lukisan di Ubud untuk pameran dengan subtema ”Hulu”, Museum Seni Neka di Ubud untuk subtema ”Arus”, Museum ARMA Ubud untuk subtema ”Campuhan” serta Bentara Budaya Bali di Gianyar untuk pameran dengan subtema ”Muara”.
Pameran dibagi dalam empat subtema yang mencerminkan perkembangan seni rupa Bali dari seni tradisi hingga kontemporer, yakni, ”Hulu”, ”Arus”, ”Campuhan”, dan ”Muara”.
Pendiri sekaligus pemilik Museum ARMA Ubud Anak Agung Gde Rai menyatakan, pameran Bali Megarupa layak dicatat sebagai sejarah baru dalam perjalanan seni rupa. Tidak hanya melibatkan 103 seniman yang menampilkan karya yang merepresentasikan perkembangan dan dinamika seni rupa Bali, tetapi juga menunjukkan kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, pengelola museum, dan seniman perupa.
”Saya mengucapkan terima kasih atas digagas dan diwujudkannya pameran seni rupa Bali Megarupa ini,” kata Agung Rai.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (tengah) mengamati lukisan bersama Ketua Tim Kreatif Bali Megarupa I Made ”Kaek” Susila seusai pembukaan pameran seni rupa Bali Megarupa 2019 di Museum ARMA Ubud, Gianyar, Selasa (22/10/2019). Pameran seni rupa Bali Megarupa akan berlangsung hingga Sabtu (9/11).
Mewakili tim kurator pameran, Warih Wisatsana mengungkapkan, pameran Bali Megarupa yang perdana itu menjadi langkah pembacaan atas perkembangan dan dinamika seni rupa Bali. Pembagian pameran, menurut Warih, juga dari hasil pembacaan terhadap simbol-simbol yang dihadirkan seniman dalam karya seni rupa mereka.
”Kami merumuskan tema, yakni ’Tanah, Air, dan Ibu’, dengan merujuk kepada penghormatan atas pencapaian luhur pendahulu yang sudah menegaskan bahwa karunia Bali adalah agama tirtha. Ibarat air yang mengalir dari hulu hingga ke muara, seni rupa bergerak dari tradisi hingga kontemporer,” tutur Warih.
Serangkaian pameran Bali Megarupa diadakan pula diskusi Bali Megarupa dengan tajuk ”Gerakan Seni Rupa Bali sebagai Seruan Kesadaran” di Museum Neka, Ubud, Rabu (23/10). Pada Sabtu (26/10), digelar bincang seniman di Bentara Budaya Bali, Gianyar, dengan menghadirkan narasumber, di antaranya, perupa dan pegiat lingkungan Made Bayak. Adapun lokakarya tentang mengenal garis dan rupa dalam seni rupa akan dilangsungkan di Museum Puri Lukisan, Ubud, pada Sabtu (9/11).
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan ”Kun” Adnyana menyatakan, pameran Bali Megarupa menjadi momentum perayaan dan sekaligus apresiasi bagi seni rupa Bali. Kun Adnyana menegaskan, pameran Bali Megarupa akan digelar setiap tahunnya dan dijadikan bagian utuh dari penyelenggaraan Festival Seni Bali Jani.