Orangtua Siswa Berharap Pembelajaran Jarak Jauh Diperpanjang
Sebagian orangtua dan guru menilai pembelajaran jarak jauh yang diterapkan saat ini menjadi cara belajar-mengajar terbaik di tengah pandemi Covid-19. Di sisi lain, pembelajaran jarak jauh memiliki sejumlah kelemahan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Seorang siswa mengerjakan soal mata pelajaran Pendidikan, Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) saat penilaian akhir tahun yang diikuti dari rumah, Selasa (9/6/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Para orangtua siswa berharap agar model pembelajaran jarak jauh diperpanjang meskipun tahun ajaran baru dimulai bulan depan. Sejauh ini, pembelajaran jarak jauh membentuk budaya baru di kalangan guru dan siswa.
Rustinah (43), salah satu orangtua pendaftar penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMK Negeri 19 Jakarta, berharap agar sistem pembelajaran jarak jauh diperpanjang. Saat ini ia masih khawatir dengan potensi penularan Covid-19 di area sekolah.
”Daftar sekolahnya dibuka tidak apa-apa, tetapi kalau bisa masuknya nanti-nanti saja,” katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Saat ini pra-pendaftaran PPDB Jakarta telah resmi dibuka. Proses pendaftaran sepenuhnya dilakukan secara daring, mulai dari pengiriman berkas, pengambilan PIN/token, memilih sekolah, hingga pengumuman. Pendaftaran akan berakhir pada 3 Juli 2020.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Rustinah (43) dan anaknya saat mendapatkan penjelasan dari petugas keamanan di SMK Negeri 19 Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Rustinah mengakui masih waswas dengan kesehatan anak-anaknya karena kasus Covid-19 dari hari ke hari masih terus bertambah. Selain saat ini sedang mendaftarkan dua anaknya ke SMP dan SMK, ia juga masih mempunyai anak yang duduk di kelas II SD.
Hal yang sama juga disampaikan Wenty (48), orangtua pendaftar di SMA Negeri 78 Jakarta. Ia mendorong pihak sekolah memperpanjang pembelajaran jarak jauh. Meski anak keduanya baru akan mendaftar, anak pertamanya merupakan siswa kelas XII di SMA Negeri 78 Jakarta.
”Saya belum sreg untuk melepaskan anak kembali masuk ke sekolah. Kalau bisa, awal tahun depan saja masuknya,” ujarnya.
Wakil Kepala SMA Negeri 78 Jakarta Bidang Sarana, Prasarana, dan Humas Zaenuddin menjelaskan, hingga saat ini memang belum ada kepastian mengenai dibukanya kembali sistem pembelajaran tatap muka. Secara pribadi, ia masih waswas jika pembelajaran tatap muka diberlakukan kembali.
”Mengatur anak-anak untuk menjalankan protokol kesehatan sangat tidak mudah. Mereka inginnya berkerumun,” katanya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Wakil Kepala SMA Negeri 78 Jakarta Bidang Sarana, Prasarana dan Humas Zaenuddin.
Zaenuddin khawatir, jika pembelajaran tatap muka dilakukan, para guru nantinya akan lebih sibuk mengatur kedisiplinan siswa ketimbang menyampaikan materi pelajaran.
Meski banyak kendala dalam pembelajaran jarak jauh, Zaenuddin tetap setuju untuk diperpanjang demi kebaikan bersama. ”Tahun ajaran baru tetap sesuai kalender akademik, tetapi pembelajarannya tetap jarak jauh,” katanya.
Saat ini, SMA 78 Jakarta masih melaksanakan ujian akhir tahun (UAT) untuk siswa kelas X dan kelas XI. Ujian kali ini dilaksanakan secara jarak jauh. Untuk setiap mata pelajaran, siswa akan diberikan waktu 90 menit untuk menyelesaikan soal.
Zaenuddin khawatir, jika pembelajaran tatap muka dilakukan, para guru nantinya akan lebih sibuk mengatur kedisiplinan siswa ketimbang menyampaikan materi pelajaran.
Melatih kejujuran
Menurut Zaenuddin, penerapan UAT jarak jauh tersebut penting untuk melatih kejujuran siswa. Dengan sistem penilaian tersebut, setiap siswa akan mengerjakan soal yang berbeda sehingga tidak bisa mencontek satu sama lain.
”Memang bisa mereka buka buku saat mengerjakan. Tetapi kami sudah buat perjanjian dengan orangtua untuk ikut mengawasi. Saat mengawasi, orangtua wajib melaporkan lewat panggilan video ke wali kelas,” katanya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Wakil Kepala SMP Negeri 111 Jakarta Bidang Kesiswaan Yunus Dartono. Menurut dia, pembelajaran jarak jauh selama ini tidak berjalan optimal serta menyulitkan para guru dan siswa
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Wakil Kepala SMP Negeri 111 Jakarta Bidang Kesiswaan Yunus Dartono saat ditemui, Kamis (11/6/2020).
Ia berharap, pada tahun ajaran baru nanti anak-anak bisa kembali masuk sekolah. Menurut dia, pembelajaran dengan tatap muka bisa dijalankan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. ”Kami, guru-guru yang tua, sangat kesulitan (mengikuti pembelajaran jarak jauh). Apalagi anak-anak mengeluh soal kuota internet yang kerap habis,” katanya.
Sulit praktik
Sementara itu, pembelajaran jarak jauh untuk jenjang SMK memiliki kesulitan tersendiri. Beberapa materi pelajaran yang seharusnya disampaikan dengan cara praktik tidak bisa diterapkan. Alhasil, pembelajaran menjadi terkendala.
Kepala SMK Negeri 19 Jakarta Nunuk Isnadhiyah mengatakan, siswa yang belajar di kompetensi keahlian multimedia, misalnya, kesulitan untuk menerima tugas desain grafis karena keterbatasan sarana. Tidak semua siswa memiliki komputer atau laptop dengan spesifikasi mumpuni.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Kepala SMK Negeri 19 Jakarta Nunuk Isnadhiyah saat mengecek ruang pelayanan PPDB di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Hal yang sama juga dialami oleh siswa yang belajar akuntansi. Mereka akan kesulitan jika harus mengikuti praktik pengoperasian mesin kasir karena tidak ada satu pun siswa yang memiliki alatnya di rumah. ”Karena ini semua serba mendadak, ya, baik guru maupun siswa tidak ada yang siap,” katanya.
Selain itu, Nunuk juga banyak mendapatkan keluhan mengenai kuota internet terbatas yang dimiliki oleh para siswa. Hal tersebut dijadikan alasan oleh para siswa untuk melewatkan sesi tatap muka secara daring.
Meski begitu, ada hikmah yang dapat diambil. Menurut Nunuk, para guru jadi memaksa diri untuk melek digital. Mereka juga dituntut untuk berinovasi. Hal itu penting untuk melawan kejenuhan siswa yang selama berbulan-bulan berdiam diri di rumah.
”Kebanyakan anak merasakan jenuh di rumah. Jadi, kalau pembelajarannya tidak bervariasi, mereka akan semakin jenuh,” katanya.