Cerita Perempuan Pemimpin Bisnis dari Berbagai Sektor
Perempuan pemimpin bisnis, Esther Satyono, Ira Noviarti, Dayu Dara, Carmelita Hartoto, bercerita soal kiprah perempuan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Salah satu pesan yang dituliskan di punggung peserta aksi Peringatan Hari Perempuan Internasional (International Woman’s Day) di depan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Perempuan memiliki peran penting dan kontribusi dalam kemajuan dunia. Peringatan International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional setiap 8 Maret menjadi pengingat bahwa kiprah perempuan-perempuan pemimpin di sektor usaha yang semakin besar berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja hingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas.
Menggeluti usaha agribisnis selama 39 tahun adalah hal menantang bagi Esther Satyono, pendiri dan Komisaris PT Ocean Mitramas, serta Presiden Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera. Usaha di bidang perikanan tangkap digelutinya sejak tahun 1992 dan usaha di bidang perkebunan sawit sejak tahun 2008 dengan jumlah tenaga kerja dan mitra mencapai puluhan ribu orang.
Esther menilai, usaha perikanan tangkap dan perkebunan yang banyak digeluti kaum pria bukan halangan baginya untuk turut berkontribusi dan memberikan nilai lebih. Indonesia dengan kekayaan sumber daya ikan kerap mengalami kekurangan bahan baku yang bermutu untuk industri pengolahan. Masih rendahnya pasokan ikan bermutu baik membuat pabrik pengolahan hanya memiliki kapasitas produksi 20-40 persen dari kapasitas terpasang.
”Industri perikanan hilir butuh bahan baku dan Indonesia kaya ikan. Ini melatar belakangi saya untuk memiliki kapal modern, serta memberdayakan nelayan kecil agar bahan baku ikan bisa dibawa ke darat dan industri pengolahan berjalan baik,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (8/3/2024).
FOTO EKSKLUSIF
Esther Satyono, Komisaris dan Pendiri PT Ocean Mitramas, bersama anak buah kapal di atas kapal perikanan.
Kapal perikanan yang dimilikinya berukuran 700-800 gros ton. Kapal beroperasi di Samudra Pasifik, pada Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717. Hasil tangkapan berupa ikan jenis tuna dan cakalang didaratkan antara lain di Bitung, Sulawesi Utara, untuk dipasok ke industri pengolahan dalam negeri dan menjadi komoditas ekspor.
Meski tidak banyak perempuan yang masuk ke industri kapal perikanan, ia menilai kiprah perempuan di industri perikanan sangat besar, terutama di sektor hilir. Perempuan menjadi tulang punggung industri pengolahan perikanan karena sekitar 80 persen pekerja di sektor ini perempuan.
Perempuan bisa kuat dan harus kuat agar bisa menjadi penyeimbang dan bagian dari kemajuan.
Ia menilai kiprah perempuan di bidang usaha saat ini sudah semakin besar. Di sektor perikanan, perempuan yang memimpin industri perikanan harus mampu menjadi tempat bersandar para pekerja dan mitra nelayan, memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar, serta berkontribusi terhadap kemajuan usaha.
Oleh karena itu, pemimpin harus mau turun ke lapangan, membangun kultur kerja yang baik agar karyawan bekerja produktif dan efektif. ”Ini bukan beban, melainkanprivilese luar biasa yang harus dijalani. Perempuan bisa kuat dan harus kuat agar bisa menjadi penyeimbang dan bagian dari kemajuan,” tutur Esther.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Sejumlah perempuan nelayan yang tergabung dalam komunitas Puspita Bahari, di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendapat kartu asuransi nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat (9/8/2019). Difasilitasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), mereka telah memperjuangkan hak tersebut selama tiga tahun.
Executive Vice President (EVP) Unilever Ira Noviarti mengemukakan, di sektor swasta semakin banyak representasi perempuan menduduki posisi penting dan strategis di perusahaan, sejalan dengan kesadaraan perusahaan melihat kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan sebagai faktor penting. Kesetaraan jender juga memberikan dampak positif bagi kiprah perempuan pada level di bawahnya. Meski demikian, kesempatan perempuan untuk menduduki posisi penting dan strategis dinilai belum terlalu besar untuk pemerintahan dan badan usaha milik negara.
”Representasi perempuan yang semakin besar memberikan dampak sangat baik dalam kinerja organisasi dan perusahaan. Dampaknya akan lebih kaya dalam pengambilan keputusan bisnis dan memberikan hasil yang maksimum,” ujar Ira, yang pernah menjabat CEO Unilever Indonesia.
Dicontohkan, sebanyak 80 persen konsumen yang membeli produk consumer goods Unilever adalah perempuan. Apabila tidak seimbang, keputusan bisnis tidak akan memberikan dampak maksimum.
Di sektor informal, percepatan kesempatan perempuan untuk berkiprah juga cukup besar karena lebih dimudahkan, antara lain karena peran negara dan sektor swasta untuk memberikan akses keuangan, pelatihan keterampilan, dan peralatan digital yang membuat dunia usaha dipermudah.
”Perempuan dan laki-laki punya kapasitas sama. Maka, peluang yang sama harus diberikan dan untuk memberikan hasil yang maksimal,” ujar Ira.
ARSIP PRIBADI
Ira Noviarti
Meski demikian, ia menilai tantangan terbesar kiprah perempuan dalam level pemimpin antara lain dilema perempuan dalam berkarier dan berkeluarga. Tantangan lainnya, kultur yang memengaruhi perempuan untuk menghadapi tantangan dalam peran dan karier sehingga memengaruhi kepercayaan diri.
”Ini kerap menjadi dilema bagi mereka, antara memilih karier atau keluarga, walaupun harusnya mereka tidak harus memilih. Mereka bisa memilih keduanya, tetapi membutuhkan sistem pendukung, baik dari keluarga maupun perusahaan,” katanya.
Dalam program Leading Global Business di Harvard Business School, beberapa waktu lalu, Ira menangkap pentingnya CEO mempelajari pola kepemimpinan dan memiliki target yang jelas. Selain itu, pemimpin harus mampu bergerak lincah menghadapi perubahan, termasuk ketidakpastian geopolitik yang berdampak pada ekonomi dunia.
CEO dan CoFounder Pin Home Dayu Dara, platform transaksi properti berbasis teknologi, juga mengungkapkan hal senada. Semakin banyak perempuan terjun untuk membangun bisnis, antara lain bisnis berbasis digital. Bisnis berbasis digital memberikan lebih banyak peluang, kemudahan, dan fleksibilitas waktu operasional.
REBIYYAH SALASAH
Pendiri dan CEO Pinhome Dayu Dara Permata dalam acara diskusi media soal keterwakilan perempuan di bidang ekonomi yang diselenggarakan Bank OCBC NISP, di Jakarta, Kamis (3/11/2022). Dara berpendapat, perempuan mengalami berbagai kendala dalam berwirausaha, seperti beban kerja ganda akibat ketimpangan jender.
Di antaranya, bisnis bisa dibangun dari mana saja, tanpa kantor fisik dan keterbatasan lokasi atau batasan geografis. Selain itu, biaya memulai usaha rendah bahkan nol karena bisa hanya bermodalkan akun media sosial atau e-dagang, serta meraih pelanggan dari berbagai wilayah.
Meski peluang berbisnis kini dalam genggaman, perempuan tetap menghadapi tantangan dalam berbagi peran dan berkarier. Dari aspek internal, antara lain ketidakpercayaan atas kemampuan diri.
Padahal, seharusnya tanggung jawab mengurus anak dan keluarga bisa didukung bersama pasangan, serta sistem pendukung lain.
Cara mengatasinya adalah dengan membangun rasa percaya diri dan mengelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung karier dan memberikan saran yang konstruktif.
Dari aspek eksternal, tantangan utama perempuan adalah tekanan sosial, dari keluarga atau orang terdekat, yakni perempuan selalu harus siap berkorban dan meninggalkan karier demi anak atau keluarga. ”Padahal, seharusnya tanggung jawab mengurus anak dan keluarga bisa didukung bersama pasangan, serta sistem pendukung lain,” kata Dayu.
Direktur Utama PT Andhika Lines Carmelita Hartoto mengemukakan, saat ini kesempatan perempuan di dunia kerja memang sudah lebih terbuka dan sudah menuju kesetaraan yang lebih baik antara perempuan dan laki-laki. Banyak perempuan yang telah tampil di pucuk pimpinan instansi atau lembaga di tingkat nasional, regional, ataupun global. ”Mereka tampil sebagai perempuan yang cerdas dan terampil sebagai pemimpin, bukan hanya sebagai pemanis instansi saja,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Carmelita Hartoto
Meski demikian, lanjut Carmelita, tantangan kesetaraan masih ada, antara lain dari pandangan kebanyakan masyarakat bahwa perempuan masih dianggap sebagai pelengkap saja dan hanya berkecimpung di urusan domestik, seperti dapur, kasur, dan sumur.
”Akibatnya, akses perempuan terhadap kesempatan menggapai berkarier lebih tinggi tidak seluas laki-laki. Karena anggapan itu pula, perempuan yang berkarier memikul beban ganda. Di satu sisi harus perform dalam kariernya, tetapi di sisi lain dituntut harus bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rumah tangga mereka,” kata Carmelita, yang juga menjabat Ketua Umum Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional (INSA).