logo Kompas.id
EkonomiAset Negara Dinilai Ulang
Iklan

Aset Negara Dinilai Ulang

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memulai program nasional untuk menilai kembali aset-aset yang dimiliki negara. Tujuannya antara lain agar pengelolaan aset bisa dilakukan dengan lebih baik dan berdasarkan data yang akurat. Proses penilaian aset yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini ditargetkan selesai tahun depan.Penilaian kembali aset tersebut termasuk mengidentifikasi aset yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan. Selain itu, untuk mendorong penggunaan barang milik negara (BMN) sebagai underlying atau dokumen acuan dari penerbitan surat berharga syariah negara.Penilaian aset juga akan memperjelas posisi neraca negara yang terdiri dari aset dan utang.Penilaian BMN pertama kali dilakukan pada 2007. Saat itu ada aset senilai Rp 229 triliun. BMN berupa gedung, tanah, jalan, dan infrastruktur tersebut dinilai lagi pada 2010, dengan nilai yang bertambah menjadi Rp 1.244 triliun.Sementara pada 2016, nilai BMN sebesar Rp 2.188 triliun. Hingga kemarin, nilai BMN mencapai Rp 4.799 triliun."Sehingga masyarakat juga memahami pajak yang dikumpulkan tidak hanya digunakan untuk operasional pemerintah seperti membayar gaji, tetapi juga untuk akumulasi aset," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (29/8).Diperkirakan ada 934.409 BMN yang harus direvaluasi. Aset tersebut tersebar di 87 kementerian/lembaga.Sri Mulyani mengatakan, dalam melihat neraca, sebagian orang hanya memperhatikan satu sisi neraca, yakni utang. Sementara sisi aset yang besar tidak diperhatikan. Padahal, neraca tidak hanya berisi utang, tetapi juga banyak hal lainnya."Kita berinvestasi pada sumber daya manusia. Bagaimana mengurangi anak-anak yang kurang gizi, bagaimana menjaga kesehatan ibu hamil dan menurunkan jumlah anak yang putus sekolah. Itu semua adalah investasi yang tidak murah," katanya.Aset berupa barang hanya menggambarkan sebagian kecil dari aset bangsa. Sementara aset lain, yaitu manusia yang semakin sejahtera, tidak tercantum di dalam neraca.Neraca yang selalu terbarukan dan akurat membuat tata kelola keuangan negara menjadi lebih kredibel. Proses revaluasi menggunakan metode yang juga digunakan di negara lain. Proses revaluasi, kata Sri Mulyani, harus dikawal agar neraca negara tidak menjadi berantakan.Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata menambahkan, metode perhitungan baru perlu disosialisasikan kepada tim penilai."Kami akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga. Kegiatan revaluasi ini dimulai dengan pelatihan teknis satuan kerja. Tanah dan bangunan ada yang harus dicek fisik di seluruh Indonesia. Untuk penilaian gedung, bangunan, jalan, irigasi, dan jembatan, dipakai metode desktop valuation," ujar Isa.Menambah penghasilan Sri Mulyani mengatakan, para pengguna aset yang tersebar di beberapa kementerian dan lembaga juga diminta untuk memanfaatkan aset dengan maksimal. Pemanfaatan aset tersebut berpotensi menambah penghasilan bagi negara.Ia mencontohkan, tambahan penghasilan bisa didapat dari penyewaan aset atau pemanfaatan aset lainnya."Pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap aset yang dikelolanya," ujarnya.Dia mencontohkan, ada banyak jalan milik negara yang di tepinya dipasangi iklan. Dana dari penyewaan ruang iklan tersebut masuk ke pendapatan daerah atau penerimaan negara bukan pajak. (JOE)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000