Presiden Jokowi Berharap NU Terus Perkuat Kehidupan Bangsa
Presiden Jokowi melihat NU sejak berdiri pada 31 Januari 1926 telah berkontribusi bagi bangsa Indonesia. Presiden menilai NU selalu berada di garda terdepan dalam membela kepentingan bangsa dan negara.
Oleh
ANITA YOSHIHARA / NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, sudah 95 tahun memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia. Ormas yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu diharapkan terus memberikan sumbangsih nyata dalam memperkuat kehidupan bangsa dan memajukan peradapan dunia dengan semangat Islam Nusantara.
Presiden Joko Widodo menyampaikan harapan itu saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Lahir Ke-95 Nahdlatul Ulama (NU), yang digelar secara virtual, Sabtu (30/1/2021) malam. ”Mari kita dukung terus Nahdlatul Ulama untuk bergerak dan berkontribusi untuk memperkuat kehidupan bangsa dan memajukan peradaban dunia dengan spirit Islam Nusantara, Islam yang rahmatan lil alamin,” kata Presiden mengakhiri sambutannya dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Peringatan yang digelar secara virtual ini juga dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal. Kegiatan akan digelar sampai Minggu (31/1), dengan agenda istigasah. Dalam peringatan ini, NU sekaligus menggelar konser amal.
Dukungan kepada NU diberikan karena Presiden melihat kontribusi yang diberikan wadah para Nahdliyin. Sejak berdiri pada 31 Januari 1926, NU selalu berada di garda terdepan dalam membela kepentingan bangsa dan negara.
NU turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama dengan elemen masyarakat lainnya. Tak hanya itu NU juga turut mengisi pembangunan serta selalu konsisten membela Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan RI, dan UUD 1945.
Presiden pun memberikan apresiasi atas peran besar NU dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu diharapkan warga Nahdliyin ikut membangun masa depan bangsa Indonesia, terutama dalam menjawab tantangan era revolusi industri jilid empat dan kompetisi global.
”Saya bangga menyaksikan para Nahdliyin muda, para santri, berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi umat yang berbasis pesantren. Setiap saya mengunjungi pesantren-pesantren, saya melihat optimisme. Saya lihat para santri tidak hanya paham ilmu agama, tetapi juga wirausaha. Bahkan saat ini para santri sudah melek digital dan tidak sedikit yang menjadi pelopor teknologi informasi yang bisa membawa manfaat nyata bagi negara ini,” kata Presiden.
Peran besar NU dalam menggerakkan semangat nasionalisme dan toleransi juga diharapkan tetap dilanjutkan di masa mendatang. Begitu pula peran dalam melawan segala bentuk radikalisme dan terorisme yang selama ini dilakukan NU diminta untuk tetap dijalankan.
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Presiden untuk memberikan ucapan selamat hari ulang tahun kepada para pengurus serta warga NU di berbagai belahan dunia.
Nasionalisme
Dalam sambutannya, Said Aqil menyampaikan, dengan usia 95 tahun, ini menunjukkan NU telah berkontribusi bagi bangsa dalam waktu yang sangat panjang. Jalan lurus dan lika-liku telah dilalui dengan tetap menjalankan amanah yang diwarisi oleh para ulama pendiri NU.
Ia bersyukur NU menjadi bagian dari perjalanan bangsa yang memiliki keberagaman, entah suku, bahasa, budaya, maupun agama. Semua perbedaan mampu disatukan tanpa ada ganjalan sedikit pun bagi sesama anak bangsa Indonesia.
”Itu harus kita syukuri. Artinya, kita sudah dewasa, mapan, dalam berbangsa dan bermasyarakat,” ucapnya.
Sebab, ia melihat, sejumlah negara masih belum berhasil menyatukan perbedaan dan malah menjadi masalah yang serius hingga terjadi perpecahan dan peperangan, seperti di beberapa negara di Timur Tengah.
Irisan perbedaan di Indonesia mampu diselesaikan dengan kekuatan masyarakat madani, yang antara lain adalah NU dan organisasi masyarakat lain. ”Tetapi, karena NU yang paling besar, maka sudah barang tentu, andilnya dan kontribusinya faktor NU yang paling besar dalam memperkuat solidaritas kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini,” ujarnya.
Said mengingatkan para generasi muda NU pada pesan pendiri NU, Hasyim Syari, yang dicetuskan sejak 1917. Nasionalisme merupakan bagian dari iman atau hubbul wathon minal iman.
”Anda seorang mukmin beragama harus nasionalis. Anda seorang nasionalis harus beragama. Karena itu nasionalisme kita adalah nasionalisme religius, bukan nasionalisme sekuler,” katanya.
Manurut Said Aqil, akhlak yang mulia dapat diringkas menjadi: membangun pergaulan yang baik, membangun interaksi yang baik, dan membangun kebersamaan yang baik.
”Jadi kalau sudah akhlakul karimah selesai semua masalah. Walaupun agamanya apa, sukunya apa, tak ada konflik, tak ada ketegangan. Kalau pun ada perbedaan pasti, tetapi tak akan menyebabkan pecah atau perang saudara. Martabat bangsa tergantung dari akhlaknya. Kalau akhlak runtuh, maka budayanya runtuh, martabatnya runtuh. Alhamdulillah, Indonesia tidak seperti itu,” ucap Said.