Indonesia Abstain dalam Voting Pembekuan Rusia dari Dewan HAM PBB
Sebanyak 93 negara mendukung resolusi pembekuan keanggotaan Rusia dari keanggotaan Dewan HAM PBB. Indonesia berada di kelompok 58 negara yang memilih abstain. Sementara 24 negara menolak resolusi.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AFP/TIMOTHY A CLARY
Papan layar memperlihatkan hasil pemungutan suara untuk mengadopsi draf resolusi Majelis Umum PBB yang diajukan untuk membekukan keanggotaan Rusia dari Dewan HAM PBB di Markas Besar PBB, New York, AS, Kamis (7/4/2022).
NEW YORK, JUMAT — Sokongan pada upaya Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengucilkan Rusia semakin menurun. Dalam pemungutan suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Kamis (7/4/2022), tinggal 93 negara menyokong upaya itu. Negara-negara yang dihuni oleh 69 persen dari 7,9 miliar penduduk Bumi menolak menyokong upaya pengucilan Rusia.
Pemungutan suara itu digelar untuk mengesahkan resolusi MU PBB yang meminta Rusia dikeluarkan dari Dewan HAM PBB. Sampai Kamis, Rusia menjadi salah satu dari 47 negara anggota Dewan HAM PBB dan telah memasuki tahun kedua dari tiga tahun masa keanggotaan di dewan itu.
Selepas hasil pemungutan suara, diketahui bahwa 93 negara mendukung resolusi. Indonesia berada di kelompok 58 negara yang memilih abstain. Sementara 24 negara menolak resolusi. Setelah hasil pemungutan suara diketahui, Moskwa mengumumkan keluar dari Dewan HAM PBB. Rusia adalah negara kedua yang dibekukan keanggotaannya dalam Dewan HAM PBB setelah Libya pada tahun 2011.
”Rusia menganggap resolusi yang diadopsi MU PBB pada 7 April untuk menangguhkan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB sebagai langkah tidak berdasar hukum dan bermotif politik untuk menghukum anggota PBB yang berusaha menjalankan kebijakan domestik dan luar negeri secara independen,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia.
”Dewan sekarang dimonopoli oleh kelompok negara yang menggunakannya untuk kepentingan mereka,” lanjut pernyataan itu.
Sidang MU PBB pada Kamis pagi waktu New York atau Kamis malam WIB itu dihadiri oleh perwakilan 175 negara. Hanya 93 negara, yang dihuni 2,4 miliar dari 7,9 miliar penduduk Bumi, setuju menyokong resolusi itu. Sebanyak 24 negara berpenduduk total 2,19 miliar jiwa menolak resolusi itu. Sementara 58 negara berpenduduk total 3,21 miliar jiwa memilih abstain.
UNITED NATIONS
Hasil pemungutan suara dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis (7/4/2022), di New York, Amerika Serikat. Sebanyak 93 negara setuju menyokong resolusi itu, 24 negara menolak, dan 58 negara abstain.
Sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022, sudah tiga kali MU PBB membahas resolusi soal Rusia. Pada sidang pembahasan resolusi tanggal 2 Maret, sebanyak 141 negara mendukung. Sementara pada sidang 24 Maret, dukungan pada resolusi berkurang satu menjadi 140 negara. Sementara jumlah yang abstain bertambah dari 35 menjadi 38 negara.
Di Asia Tenggara, hanya Myanmar dan Filipina mendukung resolusi 7 April. Sisanya menolak dan abstain. Wakil Tetap Myanmar untuk PBB memang secara terbuka mengaku tidak mendukung junta yang mengudeta pemerintah pada 1 Februari 2021. Adapun junta Myanmar sangat dekat dengan Rusia.
Wakil Tetap China di PBB, Zhang Jun, menyebut naskah resolusi 7 April tidak disusun secara terbuka. Naskah itu disusun tanpa berkonsultasi dengan banyak negara. ”Dalam keadaan itu, manuver gegabah di MU PBB yang memaksa negara berpihak, hanya akan semakin mendorong perpecahan. Ini seperti menambah minyak ke kobaran api, hal yang tidak menyokong upaya peredaan konflik dan semakin melemahkan perdamaian,” katanya.
Penundaan keanggotaan suatu negara pada Dewan HAM adalah preseden buruk dan dampaknya bisa meluas. Tata kelola PBB dan sejumlah lembaga internasional akan terpengaruh oleh manuver itu.
Wakil Tetap Amerika Serikat di PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyebut resolusi 7 April kembali menunjukkan upaya kolektif meminta pertanggungjawaban Rusia. Kehadiran Rusia di Dewan HAM PBB adalah cacat yang harus dihindari.
AFP/TIMOTHY A CLARY
Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya bersama Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield dalam sidang pemungutan suara Majelis Umum PBB yang disusun untuk membekukan keanggotaan Rusia dalam Dewan HAM PBB di Markas Besar PBB, New York, AS, Kamis (7/4/2022).
Perlawanan Asia-Afrika
Direktur Penghubung PBB pada International Crisis Group, Richard Gowan, menyebut bahwa sidang 7 April 2022 semakin menunjukkan perlawanan Asia-Afrika pada Barat. ”Bagi banyak negara Asia dan Afrika, ada perasaan bahwa Barat tidak boleh semaunya saja meminta suara mereka untuk menghukum Rusia. AS dan sekutunya harus mempertimbangkan kerawanan pangan di Asia-Afrika gara-gara perang itu,” katanya.
Rusia-Ukraina memang pemasok penting bahan pangan dan aneka komoditas lain. Perang Rusia-Ukraina mengancam pasokan pangan ke banyak bangsa Asia-Afrika.
Ia menyebut, sejumlah negara khawatir bahwa manuver Barat pada Rusia akan dapat diterapkan pada negara-negara lain. Sejumlah negara juga dipaksa menanggung dampak sanksi AS dan sekutunya pada Rusia. Kini, harga aneka komoditas sudah melonjak dan mengancam kestabilan di banyak negara.
Sejumlah diplomat senior Asia membenarkan dugaan Gowan. Diplomat yang menolak identitasnya diungkap itu menyatakan, jika perlakuan sepihak terhadap Rusia dibiarkan, hanya soal waktu negara-negara lain diperlakukan seperti itu juga. Selain itu, semakin banyak negara tidak merasa kepentingan nasionalnya tercapai dengan mengikuti manuver Barat.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyampaikan paparan mengenai kondisi terkini perang Rusia-Ukraina dalam diskusi Kompas Collaboration Forum (KCF) yang mengusung tema Dampak Perang Rusia terhadap Indonesia” di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Zhang Jun mengatakan, laporan soal Bucha memang amat mengganggu. Meski demikian, penting untuk menyelidikinya secara independen. ”Beberapa negara, sembari lantang menyuarakan perdamaian, terobsesi membuat kelompok konfrontasi,” katanya tanpa menyebut negara tertentu.
Menurut dia, sanksi serampangan oleh AS dan sekutunya malah membebani upaya pemulihan ekonomi global. ”Orang di berbagai penjuru Bumi, khususnya di negara berkembang, harus menanggung dampak kenaikan harga minyak dan pangan,” ujarnya. (AFP/REUTERS)