INFID mengusulkan tes massal dilaksanakan di 10 kota besar Indonesia, termasuk DKI Jakarta, dalam jumlah sedikitnya 500.000 orang.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Penumpang bus yang baru tiba dari luar kota antre mencuci tangan dengan sabun di Terminal Tirtonadi, Solo, Jawa Tengah, Rabu (1/4/2020). Bilik disinfektan dan sarana cuci tangan disediakan untuk penumpang di bagian kedatangan terminal tersebut untuk mengurangi potensi penyebaran wabah Covid-19.
Menghadapi penyebaran virus korona baru dan penyakit Covid-19, pemerintah diharapkan bergerak cepat dengan mengeluarkan kebijakan publik yang kuat dan langsung menyentuh masyarakat. Salah satunya dengan memanfaatkan modal sosial dan peran masyarakat dalam penanganan Covid-19.
”Segera lakukan tes massal di kota-kota besar dengan melibatkan rumah sakit dan klinik swasta, serta rumah sakit/klinik lembaga sosial keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lain, agar efektif. Pada masa krisis ini, semua pihak perlu bahu-membahu ikut serta mengatasi masalah,” ujar Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo, Rabu (1/4/2020), di Jakarta.
INFID mengusulkan tes massal dilaksanakan di 10 kota besar Indonesia, termasuk DKI Jakarta, dalam jumlah sedikitnya 500.000 orang dengan melibatkan rumah sakit/klinik swasta, termasuk milik lembaga sosial keagamaan.
Oleh karena itu, ketersediaan dan fasilitas tes hendaknya dipercepat. Situasi per 30 Maret di Indonesia, jumlah spesimen tes warga yang dilakukan baru mencapai 6.534, dengan kasus infeksi waktu itu 1.414 kasus. Persentase tes dengan kasus infeksi adalah 22 persen.
Di negara tetangga, menurut Sugeng, sudah dilakukan tes. Di Filipina, misalnya, tes sampel yang diperiksa mencapai 3.303, dengan positif 1.545 (47 persen), di Thailand sebanyak 16.531 tes dengan jumlah positif 1.245 (9 persen), dan di Malaysia pengujian sebanyak 39.663 dengan positif 2.626 (7 persen).
Tes massal seharusnya segera dilakukan pemerintah karena praktik pengetesan dalam jumlah besar dapat membantu mengetahui tingkat kasus yang telah terjadi.
Tes massal seharusnya segera dilakukan pemerintah karena praktik pengetesan dalam jumlah besar dapat membantu mengetahui tingkat kasus yang telah terjadi. Di beberapa kasus, jumlah pengetesan yang tinggi dapat membantu menurunkan jumlah tingkat kasus infeksi yang terjadi. ”Kita berharap dan menunggu kebijakan publik yang kuat melindungi warga dan merawat harapan rakyat Indonesia,” tegas Sugeng.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Petugas gabungan melakukan pemeriksaan ketat di perbatasan Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (1/4/2020). Setiap warga yang melintas diperiksa. Warga yang baru tiba dari luar kota diukur suhu tubuhnya dan mengisi formulir pernyataan kesehatan. Pengetatan pengawasan dilakukan untuk meminimalkan penyebaran Covid-19.
Kurang cepat
Sejauh ini, kebijakan dan tindakan Pemerintah Indonesia terhadap krisis kesehatan akibat Covid-19 memang mulai terlihat kuat dan koheren. INFID mengapresiasi langkah-langkah pemerintah, seperti pengadaan fasilitas rumah sakit darurat Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran, alih fungsi hotel BUMD DKI Jakarta sebagai tempat inap bagi tenaga medis, serta insentif tambahan bagi tenaga kesehatan.
Namun, langkah-langkah yang diambil pemerintah hingga kini masih kurang cepat dan kurang memadai dibandingkan kebutuhan warga dan kebutuhan untuk mencegah perluasan dampak sosial ekonominya. Penanganan Covid-19 pun belum banyak berubah meski sudah 30 hari berlalu.
Hal itu terlihat dari ketersediaan dan kecukupan alat-alat kesehatan, termasuk alat tes dan ventilator, serta jumlah tenaga kesehatan, kurangnya kepaduan informasi antarlembaga pemerintah, serta kurangnya jaminan sosial bagi warga dan insentif kemudahan bagi industri dan usaha mikro, kecil, menengah.
Di sisi lain, kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat telah muncul, tetapi belum diikuti kecukupan informasi dan diseminasi dari pemerintah. Padahal, disinfektan semestinya digunakan pada benda tak hidup dan antiseptik dipakai untuk tubuh manusia.
Program Officer SDG INFID Bona Tua menambahkan, penanganan dampak sosial ekonomi bagi pekerja serta warga kelompok rentan ekonomi bawah belum terlaksana dan dirasakan. Hingga saat ini, pemerintah belum lugas karena masih ada tarik ulur keputusan lintas kementerian dan lembaga pemerintah.
”Pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan afirmatif khusus untuk melindungi warga rentan seperti warga lanjut usia (lansia) dan disabilitas,” ujar Bona Tua.
Sementara itu, Kementerian Sosial hingga Rabu terus menyiapkan langkah-langkah untuk percepatan program jaring pengaman sosial terkait penanganan cepat dampak dari Covid-19.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras menyampaikan, sesuai arahan Menteri Sosial Juliari P Batubara, Program Keluarga Harapan dan Program Sembako yang dimaksimalkan dan diperluas telah siap diluncurkan. ”Tinggal pematangan atau finalisasi untuk bisa digelontorkan langsung ke masyarakat mulai bulan April ini dengan format baru,” kata Hartono.