PSSI Masih Bermimpi ”Tim Garuda” Tampil di Olimpiade Paris 2024
Meskipun terkesan tidak realistis, PSSI tetap mencanangkan target untuk tampil di Olimpiade Paris 2024. PSSI diharapkan perlu memperbaiki pembinaan dan kompetisi terlebih dahulu sebelum mengejar target muluk tersebut.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
HUMAS PSSI
Pemain timnas Indonesia U-19 merayakan gol dalam laga melawan Makedonia Utara di Stadion Gradski Sinj, Kroasia, Minggu (11/10/2020). Dalam laga itu, tim ”Garuda Muda” unggul telak 4-1.
JAKARTA, KOMPAS — Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia masih tetap memasang target ambisius untuk berpartisipasi di cabang sepak bola putra Olimpiade Paris 2024. Akan tetapi, impian PSSI itu dinilai jauh panggang dari api. Indonesia belum memiliki kerangka tim muda terbaik seiring vakumnya seluruh kompetisi di berbagai tingkatan.
Keinginan PSSI menembus Olimpiade 2024 itu tertuang dalam Visi PSSI 2045 yang disusun sejak 2015 . Visi itu kemudian diresmikan Pengurus PSSI periode 2016-2020 yang dipimpin Ketua Umum Edy Rahmayadi.
Lolos ke Paris 2024 adalah pijakan awal bagi timnas ”Garuda” bertarung di level internasional setelah menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, ajang yang lantas ditunda ke 2023 dari sebelumnya direncanakan digelar pada 2021. Visi itu pun memiliki target tertinggi, yaitu menembus babak semifinal Piala Dunia 2045.
Secara kasatmata, target demi target itu ialah sebuah ”angin surgawi” yang tentu sulit dipenuhi PSSI di tengah makin merosotnya prestasi Indonesia. ”Garuda” terakhir kali bis menembus putaran final Piala Asia terjadi pada edisi 2007 ketika menjadi tuan rumah bersama tiga negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Indonesia juga belum pernah meraih trofi Piala AFF, trofi bergengsi di kawasan Asia Tenggara.
Ekspresi kegembiraan para pemain timnas sepak bola U-19 Indonesia seusai mengalahkan Qatar, 2-1, pada laga ekshibisi di Kroasia, Kamis (17/9/2020) malam.
Di level skuad U-23, yang menjadi batasan usia pemain di cabang sepak bola putra Olimpiade, prestasi terbaik Indonesia adalah meraih juara Piala AFF U-23 2019 di Kamboja. Namun, Indonesia belum pernah menembus putaran final Piala Asia U-23 yang menjadi babak kualifikasi Olimpiade dari zona Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).
Di sisi lain, kompetisi profesional di Indonesia juga telah lebih dari satu tahun tidak berjalan seiring pandemi Covid-19. Hal itu berimbas pula dengan ketiadaan kompetisi yunior, seperti Elite Pro Academy (EPA), yang diperuntukkan untuk pembinaan sekaligus proses seleksi menuju tim ”Garuda Muda”.
Target belum direvisi
Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri menegaskan, target menembus Olimpiade 2024 belum direvisi oleh PSSI. Ia menjelaskan, pihaknya telah menyusun program timnas demi menunjang persiapan menuju kualifikasi Piala U-23 yang direncanakan berlangsung di Indonesia, akhir Oktober 2021.
Indonesia tergabung dengan Australia, China, dan Brunei Darussalam di Grup G. Hanya juara dari 11 grup babak kualifikasi yang otomatis lolos ke Piala Asia U-23 2022 di Uzbekistan, Juni 2022. Kemudian, empat tim peringkat kedua terbaik dan tim tuan rumah akan melengkapi 16 tim di turnamen itu. Tiga tim terbaik di Piala Asia U-23 akan menyegel tiket ke Paris 2024.
”Kami akan membentuk timnas yang berisi pemain kelahiran tahun 2003 untuk Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Tim itu pula yang akan menjadi kerangka tim menuju (target) Olimpiade 2024,” ujar Indra dihubungi di Jakarta, Minggu (8/8/2021).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Bek timnas sepak bola Indonesia, Koko Ari Araya (kiri), berebut bola dengan striker Persita Tangerang, Evgeniy Budnik (kanan), di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (21/2/2020). Persita mengalahkan Timnas Indonesia dengan skor 4-1.
Meskipun telah vakum selama selama dua tahun, Indra menyatakan, pihaknya telah memiliki agenda untuk memulai kembali kompetisi EPA di tahun ini setelah Liga 1 berjalan, yang direncanakan mulai pada 20 Agustus. Pada edisi perdana EPA 2019 lalu, terdapat tiga kategori umur kompetisi, yaitu U-16, U-18, dan U-20.
”Kami telah siapkan program pembinaan dan kompetisi tingkat yunior agar bisa berjalan segera. Semoga kondisi pandemi semakin membaik,” ucapnya.
Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali menilai PSSI harus bersikap realistis untuk mengusung target Paris 2024. Menurut dia, PSSI perlu lebih dahulu memperbaiki prestasinya di level Asia Tenggara, lalu bertahap tampil reguler di Piala Asia.
Untuk menembus Olimpiade, PSSI patut berkaca pada perjuangan dua raksasa Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan. Meskipun gagal merebut medali, mereka membentuk tim dengan persiapan panjang.
Akmal menegaskan, PSSI harus fokus dulu untuk membenahi program pembinaan yang selama ini dijalankan secara parsial dan tidak berkesinambungan. Ia meminta PSSI menyusun kurikulum pembinaan yang digunakan secara menyeluruh dalam program pembinaan berjenjang sejak usia 8 tahun.
Kompas/Hendra A Setyawan
Anak-anak yang tergabung dalam sekolah sepak bola di Jabodetabek mengikuti festival sepak bola untuk amal di Kedawung, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (1/2/2020). Festival ini menjadi ajang pembinaan sepak bola usia dini.
Kedua, kompetisi profesional juga harus berjalan secara profesional. Ketiga, PSSI harus membangun timnas yang kuat melalui pemenuhan fasilitan yang berbasis sains serta memiliki basis data pemain untuk menghindari dugaan pemain titipan.
”Selama kolamnya berupa pembinaan dan kompetisi kotor, jangan harap ada panen prestasi. PSSI harus mengajak masyarakat sepak bola berpikir sistemik, bukan menghadirkan fatamorgana atau hiperbola,” kata Akmal.
Untuk menembus Olimpiade, PSSI patut berkaca pada perjuangan dua raksasa Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan. Meskipun gagal merebut medali dan hanya menjadi semifinalis, Jepang, misalnya, telah membentuk tim dengan persiapan panjang. Hal serupa juga dilakukan Korsel yang tersingkir di perempat final.
AFP/MARIKO ISHIZUKA
Penyerang Jepang, Daizen Maeda, merayakan golnya ke gawang Perancis pada babak penyisihan Grup A sepak bola putra Olimpiade Tokyo 2020 di Stadion Internasional Yokohama, Jepang, 28 Juli 2021.
Kedua negara itu membentuk tim U-23 selama tiga tahun. Para pemain yang tampil di Tokyo 2020 telah dipersiapkan sejak tampil di Asian Games 2018, lalu tampil di Piala Asia U-19 2018, serta Piala Asia U-23 2020. Selain itu, para pemain Jepang dan Korsel itu juga telah menembus tim utama di liga domestik serta ada pula yang tampil di liga top Eropa.
”Seluruh pemain telah menunjukkan perkembangannya hingga mencapai Olimpiade. Kami memang gagal meraih medali, tetapi saya bersyukur atas capaian para pemain di Tokyo 2020,” kata Pelatih Jepang Hajime Moriyasu seusai timnya dikalahkan Meksiko di laga perebutan medali perunggu, Jumat (6/8/2021) kemarin.
Tak hanya dua Asia itu, Spanyol, peraih medali perak, juga membentuk tim dalam waktu lama demi meraih kembali medali Olimpiade setelah terakhir kali membawa pulang perak pada Sydney 2000. Pelatih Spanyol Luis De La Fuente secara bertahap membangun kerangka tim sejak Piala Eropa U-19 2015. Ia lantas dipercaya menangani timnas Spanyol U-21 di Piala Eropa U-21 2019. Terakhir, ia melanjutkan estafet pembentukan tim di Tokyo 2020 yang berisi skuad U-23.
”Meraih medali perak adalah perasaan yang manis sekaligus pahit karena kami memiliki kemampuan untuk meraih emas. Tetapi, generasi di tim ini masih memiliki banyak kesempatan untuk berprestasi di tim senior,” kata kiper Spanyol, Unai Simon, yang mulai dipercaya De la Fuente sejak membela Spanyol di Piala Eropa U-19 2015 di Italia. (AFP/REUTERS)