Pemerintah Waspadai Dampak Ketidakpastian Global
Perekonomian Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5 persen di tengah ketidakpastian global.

Konferensi pers hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan II Tahun 2024 secara daring pada Jumat (3/5/2024).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewaspadai dampak rambatan ketidakpastian global dengan memperkuat bauran kebijakan fiskal, moneter, dan menjaga stabilitas sektor keuangan. Berbagai paket kebijakan disiapkan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Dalam laporan World Economic Outlook April 2024, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global tumbuh stagnan pada level 3,2 persen pada 2024. Adapun ekonomi Amerika Serikat diperkirakan kembali menguat dari 2,5 persen pada 2023 menjadi 2,7 persen pada 2024 ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan manufaktur.
Masih kuatnya perekonomian AS tersebut diikuti dengan laju inflasi yang masih tinggi sehingga pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), berpotensi tertunda (higher for longer). Sementara itu, dinamika ekonomi keuangan global pada April 2024 telah berubah sangat cepat ke arah dengan kecenderungan ke arah negatif akibat eskalasi perang di Timur Tengah.
Baca juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Rupiah Sedikit Menguat
Dengan tingginya imbal hasil obligasi AS, berbagai situasi tersebut menyebabkan arus modal portofolio dari negara-negara berkembang berpaling ke AS. Akibatnya, indeks dollar AS terhadap mata uang utama menguat dan nilai tukar berbagai negara pun melemah, termasuk rupiah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (3/5/2024), mengatakan, terdapat peningkatan ketidakpastian dan gejolak geopolitik global yang telah menekan pasar keuangan, baik global maupun domestik. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus melakukan asesmen secara forward looking atas kinerja perekonomian dan sektor keuangan terkini.
”Kami dari KSSK akan terus mewaspadai dan terus memonitor secara detail perkembangan yang terus terjadi, dinamika yang akan terus muncul. Namun, kita akan terus menjaga, pertama, stabilitas sistem keuangan terjaga dan termonitor dengan berbagai langkah-langkah untuk pengamanan dan adjustment apabila diperlukan,” katanya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2024 secara daring.

Tabel perkembangan suku bunga kebijkan global per 20 April 2024. (Sumber: Persentasi Bank Indonesia).
Sri Mulyani menambahkan, pemerintah akan mengoptimalkan peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai peredam gejolak (shock absorber). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Salah satunya dengan melanjutkan pemberian insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP) di sektor perumahan dengan batas atas Rp 2 miliar. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Selanjutnya, insentif juga ditujukan untuk memperkuat ekosistem kendaraan listrik. Insentif tersebut berupa PPN DTP, Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP), serta bea masuk 0 persen.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap di atas 5 persen.
Selain itu, pemerintah saat ini tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) fasilitas Pajak Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) guna mendukung penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE SDA. Aturan tersebut nantinya akan memperluas cakupan instrumen moneter yang dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan, seperti Term Deposit Valuta Asing Bank Indonesia (BI) dan Promissory Notes Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
”Pemerintah juga menyesuaikan penyesuaian tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) jasa kesenian dari semula paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen untuk mendukung pengembangan pariwisata di daerah,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Ekonomi Makin Tak Pasti, Defisit APBN 2024 Berisiko Melebar
Di atas 5 persen
Di tengah ketidakpastian global, perekonomian Indonesia pada triwulan I-2024 diperkirakan tetap berada di atas 5 persen. Adapun capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2023 yang sebesar 5,05 persen secara tahunan.

Laju pertumbuhan ekonomi sejak 2019-2023 secara kuartalan (Sumber: Badan Pusat Statistik).
Hal ini ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik, baik dari sisi konsumsi pemerintah, rumah tangga, dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Kuatnya permintaan domestik tersebut tidak lepas dari penyelenggaraan pemilihan umum, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), dan pemberian tunjangan hari raya (THR) dengan tunjangan kinerja 100 persen.
Selain itu, investasi bangunan lebih tinggi dari perkiraan ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional di sejumlah daerah dan aktivitas konstruksi properti swasta. Namun, kinerja ekspor diperkirakan masih belum cukup kuat akibat harga-harga komoditas yang termoderasi serta melemahnya permintaan global.
”Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap di atas 5 persen,” kata Sri Mulyani.
Secara keseluruhan, KSSK menilai stabilitas sistem keuangan Indonesia pada Triwulan I-2024 terjaga didukung oleh kondisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang stabil. Dari segi fiskal, kinerja APBN pada triwulan I-2024 masih mencatatkan surplus Rp 8,1 triliun dengan keseimbangan primer positif sebesar Rp 122,1 triliun, dan rasio utang yang terjaga pada kisaran 38,79 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F04%2F26%2Fc120da84-d6a4-458b-83a4-ad9908ec54d4_jpg.jpg)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi keuangan negara dalam konferensi pers APBN Kita edisi April 2024 di Jakarta, Jumat (26/4/2024). Menurut Sir Mulyani, kinerja APBN hingga Maret 2024 masih sesuai jalurnya. Pendapatan negara hingga Maret sebesar Rp 620,01 triliun, belanja negara sebesar Rp 611,9 triliun, sehingga APBN surplus sebanyak Rp 8,1 triliun.
Di sisi lain, inflasi masih tetap terkendali dalam sasaran 1,5-3,5 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2024 tercatat sebesar 3,05 persen secara tahunan dengan komponen inti 1,77 persen secara tahunan, komponen harga yang diatur pemerintah 1,39 persen secara tahunan, serta komponen harga bergejolak sebesar 10,33 persen.
Ke depan, kerja sama antara Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diharapkan dapat tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. ”Kita akan terus menjaga stabilitas dan sustainabilitas dari sistem keuangan dan menjaga instrumen kebijakan, baik fiskal, moneter, makroprudensial, dan mikroprudensial dari masing-masing institusi untuk bisa terjaga dan memberikan guidance yang jelas kepada market,” kata Sri Mulyani.
Baca juga: Siap-siap Ekonomi Biaya Tinggi pada 2024
Rupiah menguat
Berdasarkan data Jakarta Inter Spot Dollar (Jisdor) pada Jumat (3/5/2024), rupiah kembali ditutup menguat 108 basis poin menjadi Rp 16.094 per dollar AS. Selama triwulan I-2023, rupiah tercatat melemah 2,89 persen.
Itu faktor yang kedua yang akan memperkuat stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah, yaitu kembali masuknya investasi portofolio.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, data di pasar nondeliverable forward (NDF) luar negeri dan NDF dalam negeri (DNDF) menunjukkan nilai tukar rupiah akan menguat selama sebulan ke depan menuju Rp 16.000 per dollar AS. Bahkan, rupiah akan terus menguat hingga ke Rp 15.800 per dollar AS.
”Penguatan nilai tukar rupiah itu akan terus berlangsung dari sekarang sampai dengan akhir tahun 2024,” katanya.
Perry menyebut, terdapat beberapa faktor yang akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Pertama, kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) telah memberikan daya tarik imbal hasil bagi para investor portofolio untuk kembali masuk ke pasar keuangan domestik.

Dibandingkan dengan India yang menawarkan imbal hasil obligasi dengan 10 tahun sebesar 7,15 persen, Indonesia kini memberikan imbal hasil yang sedikit menarik, yakni sebesar 7,17 persen. Hal ini kemudian mendorong masuknya aliran investasi portofolio ke dalam pasar keuangan domestik.
Berdasarkan data transaksi 29 April-2 Mei 2024, investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp 3,06 triliun. Itu terdiri dari beli neto Rp 3,75 triliun di pasar SBN, beli neto Rp 1,58 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta jual neto Rp 2,27 triliun di pasar saham.
”Itu faktor yang kedua yang akan memperkuat stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah, yaitu kembali masuknya investasi portofolio,” ujar Perry.
Baca juga: BI Proyeksikan Kurs Rupiah Menguat ke Rp 15.800 Per Dollar AS pada Triwulan IV-2024
Faktor ketiga adalah prospek ekonomi Indonesia yang akan turut menjadi daya tarik bagi investor portofolio. Hal ini antara lain tecermin dari prospek pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tetap akan tumbuh di atas 5 persen, terjaganya inflasi dalam sasaran 1,5-3,5 persen, serta kinerja sektor jasa keuangan, khususnya perbankan dalam menyalurkan kredit.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F03%2F20%2Fddd3cf5a-8a79-4640-b1eb-8c04d787e993_jpg.jpg)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Tetap stabil
Di tengah meningkatnya ketidakpastian dan gejolak geopolitik global, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga. Hal ini didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang terkelola, serta kinerja positif sektor jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memaparkan, tingkat permodalan industri perbankan tetap tinggi ditunjukkan oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 26 persen. Kemudian, pertumbuhan kredit pada Maret 2024 tercatat 12,4 persen secara tahunan.
Di sisi lain, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) neto dan NPL bruto, masing-masing 0,77 persen dan 2,25 persen. Ke depan, OJK akan terus mencermati perkembangan lembaga jasa keuangan dan pembiayaan ke sektor-sektor yang memiliki eksposur tinggi terhadap dampak peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
”OJK akan mengawasi secara optimal untuk memastikan, baik risiko nilai tukar maupun suku bunga terhadap masing-masing lembaga jasa keuangan dapat termitigasi dengan baik,” tutur Mahendra.
Baca juga: OJK: Permodalan Jasa Keuangan Solid Hadapi Perlambatan Ekonomi
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menambahkan, jumlah rekening nasabah yang seluruh simpanannya dijamin oleh LPS per akhir Maret 2024 mencapai 99,94 persen dari total rekening nasabah bank umum. Selanjutnya, jumlah rekening nasabah bank perekonomian rakyat (BPR)/BPR syariah yang telah terjamin mencapai 99,98 persen.
”LPS akan terus melakukan asesmen dan evaluasi terhadap dinamika kinerja perbankan, ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan terkait tingkat bunga penjaminan agar tetap sejalan dengan perkembangan kondisi perekonomian dan perbankan,” kata Purbaya.