Titik Penyekatan di Jabar Ditambah, Jalur Tikus Dirazia
Jawa Barat menjadi kunci sukses larangan mudik di tengah pandemi Covid-19. Pemprov Jabar bersama Polda Jabar pun menambah titik penyekatan larangan mudik dari 120 titik menjadi 158 titik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Kepolisian Daerah Jabar menambah titik penyekatan larangan mudik dari 120 titik menjadi 158 titik. Peningkatan tersebut diharapkan mengantisipasi arus mudik Lebaran, termasuk di jalur tikus.
”Jalur tikus akan kami razia. Jadi, (titik penyekatan) akan ditambah menjadi 158 titik dari sebelumnya 120 titik,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di Jabar, di Pendopo Bupati Cirebon, Kamis (29/4/2021).
Turut hadir dalam rapat itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri, Bupati Cirebon Imron, dan Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis. Rapat juga menghadirkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melalui sambungan virtual.
Penambahan titik penyekatan itu, lanjut Kamil, dilakukan untuk mengantisipasi pergerakan pemudik di jalur tikus atau alternatif selain jalur arteri dan tol. Pihaknya juga mendirikan pos pengamanan dan melakukan razia di titik penyekatan mulai 6-17 Mei 2021.
Penyekatan menyasar kendaraan yang berasal dari luar daerah. Jika ditemukan pemudik yang tidak mengantongi dokumen sesuai ketentuan, seperti surat keterangan perjalanan, polisi akan meminta pemudik memutar balik ke arah sebelumnya.
Jika telanjur tiba di daerah tujuan, warga itu diwajibkan menjalani karantina di tempat yang disiapkan selama lima hari. ”Karantina bisa di SD (sekolah dasar) atau di mana saja. Di rumah angker, dekat kuburan, silakan. Jadi, warga berpikir ngapain juga mudik kalau ditahan,” ungkap Kamil.
Meskipun mudik mulai dilarang pada 6 Mei, Kamil mengimbau masyarakat agar tidak mudik sebelum tanggal tersebut. Sebab, potensi penyebaran Covid-19 masih ada dan membahayakan kelompok rentan seperti warga lanjut usia.
”Tahun lalu ada warga yang meninggal karena Covid-19 setelah anaknya mudik,” ungkapnya. Pihaknya menggencarkan sosialisasi hingga ke tingkat desa agar warga melarang keluarganya di perantauan untuk mudik.
Sementara itu, Budi Karya mengingatkan, masih ada warga yang ingin mudik meskipun pemerintah melarang. Survei Kemenhub menunjukkan, sebanyak 33 persen warga, yakni 81 juta orang, akan mudik Lebaran jika tak ada larangan dari pemerintah. Sementara jika pemerintah melarang mudik, sebanyak 11 persen atau 27 juta warga ingin tetap mudik (Kompas, 8/4/2021).
Berdasarkan survei itu, Jabar menjadi tujuan mudik terbanyak kedua sebesar 23 persen. Jumlah itu masih di bawah Jawa Tengah, yakni sebesar 37 persen. Sementara Jawa Timur menjadi tujuan mudik terbanyak ketiga sebesar 14 persen.
”Sukses pengendalian mudik hampir 50 persen (tergantung) bagaimana suksesnya mengendalikan transportasi di Jabar, terutama Tol Cipali (Cikopo-Palimanan),” ungkap Budi. Pihaknya berharap, pemerintah daerah di Jabar dapat berkerja sama mencegah arus mudik.
Doni Monardo mengatakan, setelah sosialisasi larangan mudik, sekitar 18,9 juta orang diprediksi masih nekat mudik. Padahal, kebijakan larangan mudik sudah final dari pemerintah pusat hingga daerah. Pengalaman mudik tahun lalu juga menyebabka lonjakan kasus Covid-19.
”Covid-19 belum berlalu. Sampai kapan? Belum ada yang menjamin. Kuncinya, vaksinasi, 3T (pelacakan, tes, dan isolasi), serta 3M (mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak),” ungkapnya.