Momentum Memperkuat Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat Pertama
Salah satu indikator dan target penilaian kinerja FKTP yang diatur didalamnya adalah rasio rujukan nonspesialistik ke rumah sakit, berubah dari kurang dari 5 persen menjadi kurang dari 2 persen.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ibu-ibu membawa anak balita penderita gizi buruk dan kurang gizi ke Puskesmas Manamas Kecamatan Nai Benu, Timor Tengah Utara, beberapa waktu lalu, untuk mendapatkan makanan tambahan dari Puskesmas.
JAKARTA, KOMPAS — Penyesuaian nilai iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat perlu diiringi dengan penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal ini penting dilakukan agar penerapan sistem rujukan bisa lebih baik dan kebutuhan sarana prasana kesehatan berkualitas mudah dijangkau.
”Rasionalisasi iuran yang telah dilakukan pemerintah harus menjadi momentum bersama seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,” ujar Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan telah mengatur besaran penyesuaian iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dari aturan ini, pemerintah menetapkan iuran peserta mandiri kelas 1 sebesar Rp 160.000, kelas 2 sebesar Rp 110.000, dan kelas 3 sebesar Rp 42.000.
Fachmi menambahkan, penyesuaian iuran ini dilakukan karena besaran yang selama ini diterapkan tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Akibatnya, defisit yang dialami BPJS Kesehatan terus membengkak karena biaya pemanfaatan yang dikeluarkan lebih besar dari pembiayaan yang diterima.
”Melalui penyesuaian ini diharapkan bisa membenahi pembiayaan yang selama ini belum sesuai. Dengan begitu, pengembangan dan perbaikan sarana prasarana serta kualitas di fasilitas kesehatan bisa dilakukan dengan cepat,” katanya.
BPJS Kesehatan juga telah mengeluarkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pembaruan Aturan Penerapan Kapitasi Berbasis Berbasis Kinerja (KBK) bagi FKTP. Aturan ini berlaku per 1 November 2019. Salah satu indikator dan target penilaian kinerja FKTP yang diatur di dalamnya adalah rasio rujukan nonspesialistik ke rumah sakit berubah dari kurang dari 5 persen menjadi kurang dari 2 persen.
”Dengan demikian, diharapkan peserta bisa memperoleh pelayanan secara tuntas di FKTP dan angka rujukan ke rumah sakit bisa dikendalikan. Upaya ini juga diharapkan bisa memangkas antrean peserta di rumah sakit,” kata Fachmi.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris
Sementara itu, layanan di tingkat fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKTRL), review kelas rumah sakit, juga harus benar-benar dilaksanakan agar rumah sakit bisa memberikan layanan kesehatan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dengan begitu, pemerataan akses layanan rumah sakit bisa tercapai dengan penanganan yang maksimal bagi peserta JKN-KIS.
”Agar hasilnya optimal, perbaikan layanan ini harus dilakukan secara bersama oleh semua pihak, mulai dari kementerian ataupun lembaga, BPJS Kesehatan, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, hingga tenaga kesehatan,” ucap Fachmi.
Daerah terpencil
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat melepas Tim Nusantara Sehat Angkatan XIV di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (31/10/2019), mengatakan, Program Nusantara Sehat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas di daerah tertinggal, pedalaman, dan kepulauan (DTPK).
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) didampingi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat memberikan keterangan pers seusai melakukan kunjungan pertama ke kantor BKKBN di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Tim yang dikirimkan dalam program ini diharapkan dapat memenuhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
”Kehadiran Nusantara Sehat diharapkan sebagai wujud nyata hadirnya negara dalam menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tenaga kesehatan yang bertugas adalah wakil pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang mengutamakan pelayanan kesehatan promotif preventif dengan menggunakan pendekatan keluarga,” ucap Terawan.