14 Tahun Sampah Sungai Terabaikan
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F2019_0110_11344100_1547127861-1.jpg)
Tumpukan sampah di Kali Bancong, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Kamis (10/1/2019).
Sampah yang mengeras di sepanjang 1,5 kilometer aliran Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, selama sebulan terakhir menandakan telah terjadinya penumpukan dalam waktu yang panjang. Selama belasan tahun, belum ada langkah konkret untuk menyelesaikan masalah sampah dari hulu hingga hilir.
Tumpukan sampah yang mengeras di aliran sungai rupanya tidak hanya terjadi di Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Di Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, sampah juga menimbun dan mengeras di sepanjang 100 meter aliran Kali Bancong.
Sampah yang terdiri dari plastik, gabus, kayu, dan sisa makanan itu memenuhi sungai selebar delapan meter yang menjadi penghubung wilayah perbatasan antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, yaitu antara Kelurahan Pejuang dan Desa Setia Asih. Meski ketebalan sampah sulit diprediksi, tetapi timbunannya bisa dijajaki oleh lima orang dewasa sekaligus.
Sebagaimana perannya yang menghubungkan kedua wilayah, kedua sungai itu pun berada dalam satu aliran. Dari hulu di Cikeas, Kabupaten Bogor, menjadi anak sungai di Kota dan Kabupaten Bekasi, hingga bermuara di Teluk Jakarta.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F2019_0110_11332200_1547127983-1.jpg)
Tumpukan sampah di Kali Bancong, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Kamis (10/1/2019).
Sungai itu juga terletak di tengah permukiman warga Kota Bekasi. Ia memisahkan Perumahan Taman Harapan Baru yang berjarak sekitar 15 meter dari sungai dengan permukiman Kavling Serut Raya yang berdiri di atas turap sungai.
Suratno (56), warga Perumahan Taman Harapan Baru, Keluarahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Rabu (10/1/2019), mengatakan, sampah di Kali Bancong sudah menumpuk sejak September 2018. Dari rumahnya, ia kerap melihat warga setempat yang membuang sampah ke sungai. “Biasanya mereka melemparkan sampah lalu kabur,” ujar Suratno.
Di kompleks perumahannya, warga cenderung lebih tertib karena memiliki sistem pengumpulan sampah secara rutin. Sampah dikumpulkan di beberapa tempat lalu dijemput oleh truk setiap pekan untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Sumur Batu.
Lurah Pejuang Isnaini mengakui, sebagian warganya masih membuang sampah ke sungai. Selain kesadaran yang rendah, infrastruktur pembuangan sampah pun terbatas. Di wilayah yang terdiri dari 36 rukun warga (RW) itu, hanya ada empat tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan beberapa titik pertemuan antara gerobak dan truk sampah.
Akan tetapi, luas TPS yang terbatas menjadi kendala tersendiri. Contohnya, TPS Pasar Pejuang yang luasnya sekitar 50 meter persegi. Selain digunakan oleh puluhan pedagang pasar, warga juga ikut membuang sampah kesana. Di TPS yang berlokasi di bantaran sungai itu, sampah-sampah yang masuk ke sungai tidak bisa dihindari.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190110_104641_1547128082-1.jpg)
Tempat pembuangan sampah sementara di Pasar Pejuang
Selain dibuang secara langsung, sampah-sampah itu juga mengalir dari hulu. Isnaini mengatakan, sejak dua tahun lalu ia telah memasang jaring penghalang sampah di perbatasan Kelurahan Pejuang dengan Kecamatan Bekasi Utara. Namun, beberapa bulan terakhir jaring itu tak lagi berfungsi karena dorongan sampah yang semakin kuat.
Pengajuan pengangkutan sampah dengan alat berat ke Pemerintah Kota Bekasi pun telah Isnaini ajukan. Namun, menurut rencana pengangkutan baru akan dilakukan pada Jumat (11/1/2019).
“Selama ini memang tidak ada pembersihan sungai secara rutin, pengajuan pun tidak langsung dikabulkan karena mungkin harus bergiliran,” kata dia.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F2019_0110_12012600_1547128166-1.jpg)
Lurah Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Isnaini.
Sudah lama
Dadang Fadilah (38), warga Desa Setia Asih yang bekerja sebagai petugas pengamanan di Perumahan Taman Harapan Baru, mengatakan, tumpukan sampah di Kali Bancong selalu ada. Namun, penumpukan yang berlanjut pada pengerasan sampah pertama kali terjadi pada 2004.
Saat itu sampah menumpuk dan mengeras hingga 600 meter. Warga pun membersihkannya secara mandiri, tanpa bantuan pemerintah. Begitu juga saat kasus-kasus serupa terjadi setelahnya.
Kendati demikian, sungai tidak pernah benar-benar bersih. “Selama ini sungai hanya bisa bersih saat terjadi banjir besar, karena sampah terdorong ke arah Kabupaten Bekasi menuju laut,” ujar dia.
Dadang yang lahir dan besar di tepi Kali Bancong mengatakan, sejak dekade 1980-an air sungai sudah keruh. Akan tetapi, tidak ada tumpukan apalagi pengerasan sampah. “Sampah mulai banyak ketika pembangunan kompleks perumahan semakin banyak,” kata dia.
Di sekitar Kali Bancong, terdapat lebih dari lima kompleks perumahan. Mulai dari yang sederhana hingga mewah seperti Kota Harapan Indah. Seiring dengan tumbuhnya perumahan, areal komersial juga bertumbuh.
Namun, persoalan sampah selalu melekat. Di Kompleks Ruko Harapan Indah dan Kompleks Ruko Pejuang, sampah bertebaran di depan ruko dan pinggir jalan. Bahkan, beberapa saluran air pun tersumbat tumpukan sampah.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190110_131013_1547128369-1.jpg)
Suasana di sekitar Ruko Harapan Indah, Kota Bekasi.
Tika (35), warga Desa Setia Mulya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, menuturkan, kondisi serupa terjadi di Kali Pisang Batu yang berjarak lima meter dari rumahnya. Penduduk asli Setia Mulya itu belum pernah melihat sungai bebas dari sampah. “Bersih-bersih sungai biasanya ada kalau mau pemilihan lurah aja, itu pun sampahnya enggak dikeduk,” ujarnya.
Di samping itu, ia dan warga setempat juga masih membuang sampah di sungai. “Di sini mah, enggak ada TPS. Apalagi truk sampah yang datang rutin,” kata dia.
Pola yang sama juga dirasakan oleh Tika. Ketika masih belia, wilayah kecamatannya terdiri dari hamparan sawah. Namun, lambat laun sawah-sawah berubah menjadi kompleks perumahan menengah ke atas. Wilayah itu kini didominasi kompleks perumahan. Jumlah penduduk pun bertambah, begitu pula sampah yang ada di sungai.
Penanganan minim
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus Suprianto mengatakan, mekanisme pembersihan sungai secara rutin memang tidak ada. Pihaknya terkendala keterbatasan alat. “Pembersihan sungai hanya kami lakukan secara insidental,” kata Dodi.
Ia menambahkan, Dinas Lingkungan Hidup hanya memiliki 104 truk sampah. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan warga di 23 kecamatan, setidaknya dibutuhkan 325 truk. Akibatnya, baru warga di 15 kecamatan yang mendapatkan pelayanan pembuangan sampah. Itu pun tidak semua, hanya sekitar 40-50 persen dari total warga.
“Ternyata penumpukan sampah di Kali Pisang Batu itu ada hikmahnya, kami merencanakan penambahan armada dan personel khusus penanganan sampah di sungai,” kata Dodi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190110_135615_1547113536.jpg)
Kondisi Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Kamis (10/1/2019). Sudah enam hari sampah diangkut dari sungai tersebut.
Selain itu, penanganan sampah yang melintas antarwilayah itu juga tengah direncanakan. “Besok, kami akan mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Kota Bekasi,” kata Dodi.
Selama ini, penanganannya belum terkoordinasi dengan baik sehingga pemerintah daerah cenderung saling menyalahkan. Ke depan, strategi penanganan sampah yang komprehensif dan berkelanjutan tidak bisa diabaikan.