Kota Bekasi Bakal Perluas Jumlah Sekolah Tatap Muka
Sebanyak 39 SMP dan 28 SD kembali mengajukan ke Dinas Pendidikan Kota Bekasi untuk menggelar pembelajaran tatap muka di kelas. Pemerintah daerah juga berencana menambah jumlah rombongan belajar di sekolah.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kegiatan pembelajaran tatap muka di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang sudah dimulai di 110 sekolah tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sejak 22 Maret 2021 dinilai berjalan lancar. Pemerintah daerah kini sedang melakukan kajian dan survei untuk menambah jumlah sekolah tatap muka di daerah tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Inayatullah, mengatakan, kegiatan adaptasi tatanan hidup baru satuan pendidikan atau ATHB-SP (pembelajaran tatap muka) berjalan lancar tanpa kendala selama satu pekan terakhir. Banyak sekolah tingkat SD dan SMP yang sudah mengajukan ke dinas pendidikan untuk menggelar kegiatan pembelajaran tatap muka.
"Ada 39 SMP dan 28 SD yang sudah mengajukan proposal untuk menggelar kegiatan ATHB-SP. Sekolah-sekolah ini masih kami survei dan akan kami buat penetapan lagi," kata Inay, saat dihubungi pada Selasa (30/3/2021) di Bekasi.
Ada 39 SMP dan 28 SD yang sudah mengajukan proposal untuk menggelar kegiatan pembelajaran tatap muka
Kajian untuk menambah jumlah sekolah tatap muka itu dilakukan oleh puskesmas, dewan pendidikan, dinas pendidikan, dan pengawas. Tim ini bertugas mengkaji standar penerapan protokol kesehatan di sekolah dan syarat-syarat yang perlu dipenuhi oleh setiap sekolah yang mengajukan kegiatan pembelajaran tatap muka.
Adapun selama sepekan digelarnya kegiatan pembelajaran tatap muka di 110 sekolah, mulai muncul keyakinan dari para orangtua untuk mengizinkan anak-anaknya kembali ke sekolah. Hal ini tidak terlepas dari tingginya kedisiplinan sekolah, siswa, serta orangtua dalam melaksanakan protokol kesehatan saat mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah selama sepekan terakhir.
"Zonasinya juga sudah 93 persen zona hijau (wilayah RT). Kemudian para guru sudah hampir 40 persen yang menerima vaksin Covid-19. Bahkan ini masih terus berlanjut, kami percepat," kata Inay. Jumlah keseluruhan guru di Kota Bekasi sebanyak 11.000 guru.
Di Kota Bekasi, berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19 daerah setempat hingga Selasa, akumulasi kasus Covid-19 mencapai 39.908 kasus. Rinciannya, 856 kasus masih dirawat, 38.542 kasus sembuh, dan 510 kasus meninggal dunia.
Menurut Inay, meski secara umum kegiatan pembelajaran tatap muka di 110 sekolah berjalan lancar, masih dibutuhkan kerja sama dan sinergi antara sekolah siswa, dan orangtua untuk lebih meningkatkan kepatuhan pada protokol kesehatan. Salah satu unsur penting yang masih diabaikan sebagian kecil orangtua, yakni kewajiban untuk mengantar dan menjemputnya anaknya saat berangkat ke sekolah dan saat kembali ke rumah.
"Siswa di rumah juga harus disiplin. Kami awasi terus, kadang-kadang (siswa) keluar sekolah, ada yang belum sampai rumah. Ini butuh sinergi, antara orangtua, masyarakat, dan guru-guru supaya benar-benar siswa selesai belajar di sekolah langsung pulang," tuturnya.
Menambah rombongan belajar
Inay mengatakan, selain akan menambah jumlah sekolah, Dinas Pendidikan Kota Bekasi juga berencana menambah jumlah rombongan belajar dari tiga rombongan belajar menjadi lima rombongan belajar.
"Dari hasil evaluasi kami, dari tiga rombongan belajar akan ditambah menjadi empat, lima atau enam rombongan belajar. Jadi, nanti di setiap rombongan belajar di setiap kelas kuota siswanya maksimal 18 orang. Dalam minggu ini kebijakan penambahan rombongan belajar kami keluarkan penetapannya," katanya.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho, mengingatkan daerah-daerah di Jabodetabek yang menggelar pembelajaran tatap muka untuk mempertimbangkan secara hati-hati pelaksanaan percontohan pembelajaran tatap muka. Setiap Satgas Covid-19 di daerah perlu menyiapkan kajian lebih dulu sebagai dasar bagi kepala daerah membuat kebijakan.
Kajian itu mencakup angka transmisi dan dampak Covid-19, wilayah sebaran, kemampuan sarana dan prasarana kesehatan, termasuk proyeksi kesiapan jika terjadi lonjakan penyebaran Covid-19, kesiapan anggaran, fungsi pengawasan, serta mekanisme pengaduan masyarakat.
”Kajian ini diperlukan agar kepala daerah memiliki kesiapan jika pelaksanaan PTM tidak sesuai harapan. Jangan sampai penetapan PTM hanya berdasarkan proposal dari satuan pendidikan terkait prasarana, verifikasi teknis kesiapan, dan persetujuan orangtua tanpa melihat gambaran besar secara keseluruhan,” kata Teguh dalam siaran pers, (Kompas, 23/3/2021).