Menteri ATR/BPN: Sertifikat Korban Gempa Cianjur Digratiskan
Kementerian Agraria menggratiskan penerbitan sertifikat bagi warga korban gempa Cianjur yang sertifikat lahannya rusak atau hilang.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Personel polisi membantu warga mengevakuasi barang-barang dari rumah yang porak poranda akibat gempa bumi di Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan, penerbitan sertifikat bagi korban gempa Cianjur, Jawa Barat, digratiskan.
”Kami menyatakan keprihatinan dan dukacita mendalam kepada masyarakat terdampak bencana alam di Cianjur. Saya sudah perintahkan Kepala Kantor Pertanahan Cianjur untuk melayani masyarakat yang kehilangan sertifikatnya karena bencana gempa dapat mengurus dengan gratis. Masyarakat hendaknya mengurus sendiri dan jangan melalui perantara,” kata Hadi Tjahjanto.
Menurut Menteri ATR/BPN, dalam sebuah bencana alam, masyarakat kerap kehilangan dokumen penting, termasuk sertifikat tanah karena bangunan hunian mereka hancur. Setelah mengurus keselamatan jiwa dan mengobati korban bencana alam, maka salah satu langkah berikut adalah membereskan berbagai dokumen yang rusak atau hilang akibat bencana alam, seperti dokumen kependudukan hingga sertifikat tanah masyarakat.
”Tim ATR BPN besok sudah langsung bekerja di lapangan di Cianjur menggunakan drone melakukan survei udara. Dalam bencana alam, seperti gempa bumi, bisa saja terjadi pergeseran bidang lahan. Sedangkan data tanah milik masyarakat akan diverifikasi dengan data yang ada di buku tanah milik Kantor ATR/BPN,” kata Hadi Tjahjanto.
Berdasarkan data ATR/BPN, Hadi menambahkan, daerah terparah yang terdampak adalah semua desa di Kecamatan Cugenang (16 desa); Desa Limbangansari dan Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur; Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang; Desa Rancagoong, Kecamatan Cilaku; dan Desa Cikancana, Kecamatan Gekbrong.
Semua desa dan kecamatan tersebut sudah mengikuti pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) tahun 2018-2022 dan hampir seluruh bidang tanah telah terdaftar.
Kementerian ATR/BPN segera melakukan peninjauan kembali terkait dengan tata ruang berupa revisi RTRW dengan memperhatikan kondisi kerawanan bencana. Wali data tersebut ada di Badan Geologi, BMKG, dan BNPB, serta melibatkan pemerintah daerah.
Pascagempa bumi tersebut, masyarakat dapat melaporkan kepada Posko-posko Tanggap Daurat Pelayanan Pertanahan untuk dapat melaporkan pengaduan apabila sertifikat masyarakat hilang atau rusak akibat gempa bumi.
Kementerian ATR/BPN menerangkan, syarat yang harus dibawa masyarakat ke Posko Tanggap Darurat Pelayanan Pertanahan, di antaranya, adalah KTP, kartu keluarga, surat pernyataan penguasaan fisik dan keterangan tidak sengketa yang dikeluarkan kepala desa, surat pernyataan kepemilikan tanah dan riwayat tanah yang dikeluarkan kepala desa, dan data atau referensi sebagai rujukan, seperti dokumen Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan sebagainya.
Jika data seperti KTP dan KK juga hilang, akan dikordinasikan dengan instansi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan Kementerian Dalam Negeri. Setelahnya, Kantor Pertanahan akan melakukan penelitian lapangan sebagai dasar diterbitkan sertifikat pengganti dan digratiskan.
Sebelumnya, seperti diberitakan di Kompas.id, hingga Selasa (22/11/2022) pukul 17.00, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 268 orang meninggal dan 151 orang masih dalam pencarian pascagempa bumi magnitudo 5,6 di Cianjur, Senin (21/11/2022). Sejumlah 1.083 orang terluka dan 58.300 orang mengungsi. Selain itu, sebanyak 6.570 rumah rusak berat, 2.071 rumah rusak sedang, dan 12.641 rusak ringan.
Daerah terdampak gempa di Cianjur meliputi 12 kecamatan, yaitu Cianjur, Karang Tengah, Warung Kondang, Cugenang, Cilaku, Cibeber, Sukaresmi, Bojong Picung, Cikalong Kulon, Sukaluyu, Pacet, dan Gembrong.
Para korban gempa yang dirawat di halaman RSUD Sayang, Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022).
Pantauan di Kampung Selaerih, Desa Genjot, Cugenang, sebagian rumah warga luluh lantak. Petugas gabungan dan sukarelawan terus berupaya mengevakuasi korban yang masih tertimbun reruntuhan bangunan. Sebagian korban ditemukan meninggal.
Di Kampung Longkewang, Desa Gasol, Cugenang, kondisi puluhan warga di posko pengungsi cukup memprihatinkan. Menempati tenda darurat, sebagian pengungsi belum mendapatkan bantuan.
”Sangat butuh sekali (bantuan). Ada banyak anak-anak. Kita orang dewasa enggak apa-apa, tapi anak-anak perlu minyak angin, popok, dan pakaian layak. Bantuan makanan juga penting, lalu obat-obatan, dan tenda,” kata Hadi (31), penyintas.