Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo melihat kesiapan peralatan pemadam kebakaran hutan dan lahan seusai menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019, di Palembang, Selasa (12/3/2019).
PALEMBANG, KOMPAS - Pendekatan kepada masyarakat guna membangun kesadaran untuk tidak membakar lahan menjadi prioritas pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan. Karena itu, tim gabungan akan segera dibentuk untuk turun ke desa rawan kebakaran lahan paling lambat satu bulan sebelum musim kemarau tiba.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo seusai menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumsel pada 2019, Selasa (12/3/2019) di Palembang. Hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead dan sejumlah pemangku kepentingan terkait.
Doni menerangkan, kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi selama ini disebabkan oleh ulah manusia yang sengaja membakar lahan baik untuk kepentingan sendiri atau disuruh oleh pihak lain. “Hampir 99 persen kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh manusia dan mayoritas karena disuruh,” katanya.
Kalau seandainya lahan itu dibakar, perlu diselidiki siapa yang menguasai lahan tersebut. “Kalau satu hektar lahan terbakar tidak masalah, namun kalau yang terbakar ribuan hektar? Inilah yang perlu dilihat, 2-3 tahun ke depan akan menjadi apa lahan tersebut,” kata Doni. Data menunjukkan, sebagian besar bekas lahan terbakar beralih fungsi menjadi perkebunan.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019, di Palembang, Selasa (12/3/2019), menegaskan untuk lebih mengedepankan langkah pencegahan dibanding pemadaman lahan yang telah dibakar.
Melihat kondisi ini, lanjut Doni, strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan harus diubah bukan lagi pada proses pemadaman, melainkan pada penguatan kesadaran masyarakat untuk tidak membakar lahan. Menurutnya, selain membutuhkan biaya yang besar, proses pemadaman, juga mengeluarkan banyak energi dan tenaga.
Di tahun 2018 lalu, saat Asian Games, sekitar Rp 1 triliun uang negara digelontorkan untuk pemadaman api di lahan yang terbakar. Seharusnya, dana tersebut bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu, Doni berharap adanya keterlibatan semua pihak untuk turut serta memantau dan mencegah kebakaran terjadi. Misalnya dengan membangun ikatan emosional dengan masyarakat di daerah rawan, sehingga mereka akan sadar bahwa membakar lahan sangat berbahaya.
Bahkan mereka akan bermalam di desa tersebut. Dengan ini diharapkan kesadaran masyarakat untuk tidak membakar semakin kuat
Akan ada tim yang terdiri dari akademisi, ulama dan budayawan yang akan bergerak dan mengunjungi desa rawan terbakar. “Bahkan mereka akan bermalam di desa tersebut. Dengan ini diharapkan kesadaran masyarakat untuk tidak membakar semakin kuat,”katanya.
Metode selanjutnya adalah mengembangkan lahan gambut menjadi komoditas pertanian yang memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat yang tinggal di kawasan yang rawan terbakar. Dari penelitian yang telah dilakukan di Kepulauan Meranti Provinsi Riau, lahan gambut di kawasan tersebut dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi liberika.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo (kanan) berbicara dengan Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya seusai menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019, di Palembang, Selasa (12/3/2019).
Selain mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat, komoditas ini juga dapat menjaga fungsi ekologi di kawasan gambut itu sendiri. “Dengan cara ini, saya berharap helikopter untuk water bombing tidak terlalu banyak digunakan,” katanya sembari menambahkan, dalam waktu dekat, tim akan segera dibentuk dan dapat terjun langsung ke masyarkat satu bulan sebelum musim kemarau tiba.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengungkapkan Sumsel akan memasuki musim kemarau pada dasarian II dan III bulan Juni. Datngnya musim kemarau ditandai dengan curah hujan yang mulai berkurang dan suhu yang meningkat. “Dengan suhu yang meningkat maka kelembaban akan berkurang, potensi kebakaran lahan pun semakin besar,” ucapnya.
Adapun musim kemarau akan terjadi hingga bulan September dan puncaknya terjadi di bulan Agustus. “Suhu udara saat itu kemungkinan mencapai 35 derajat celcius,”ucapnya. Herizal mengatakan, kemarau kemungkinan akan mulai terjadi di bagian timur Sumatera Selatan terutama di kawasan Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Musi Banyuasin.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019, di Palembang, Selasa (12/3/2019).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah mengatakan, luas lahan terbakar di Sumsel pada tahun 2018 mencapai 41.150 hektar dimana 35.320 hektar non gambut, dan gambut 5.900 hektar.
Tahun lalu, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi daerah yang memiliki banyak titik panas dengan jumlah 832 titik, dilanjutkan dengan Kabupaten Banyuasin dengan 221 titik, Kabupaten Musi Banyuasin 175 titik, Muara Enim 145 titik, dan beberapa daerah lainnya.
Sementara dari 9 kabupaten yang rawan terbakar di Sumsel ada 938 desa hingga kecamatan yang masuk dalam golongan rawan dan sangat rawan. “Di daerah inilah perlu ada upaya pencegahan,” ungkapnya.
Selidiki perusahaan
Terkait keterlibatan perusahaan, Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara mengatakan, sepanjang 2018, ada 10 kasus kebakaran hutan yang sedang ditangani. Delapan kasus melibatkan perseorangan dan dua kasus melibatkan korporasi.
Zulkarnain mengakui ada tujuh kasus perseorangan sudah diserahkan ke kejakasaan, adapun tiga kasus lain masih dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Diakui memang ada kesulitan untuk menangani kasus korporasi lantaran perlu ada dukungan keterangan dari saksi ahli baik dari sisi lingkungan maupun korporasi. “Dalam kasus korporasi harus ditentukan siapa yang paling bertanggung jawab,” kata dia.