Waspadai Potensi ”Superspreader” di Kawasan Industri
Perusahaan dan karyawan wajib mematuhi protokol kesehatan di tempat kerja dan tidak berbohong tentang kondisi kesehatan agar tidak terjadi penularan Covid-19 di kawasan industri.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kluster pabrik rokok di Surabaya yang berawal dari dua orang dan menulari 30 orang lainnya menunjukkan kasus di kawasan industri, terutama padat karya, mampu menjadi superspreader atau penular super. Pengusaha dan pekerja wajib terus mengikuti protokol kesehatan di tempat kerja dan mengutamakan kejujuran kondisi kesehatan.
Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Minggu (3/5/2020), mengatakan, kluster pabrik rokok di Surabaya berawal dari dua karyawan positif Covid-19 yang meninggal dua pekan lalu. Tim kemudian melakukan penelusuran kontak dan melakukan tes cepat atau rapid diagnostic test (RDT) terhadap 506 karyawan yang bekerja di tempat tersebut.
Dari hasil tes cepat, diketahui 123 orang positif atau berstatus reaktif. Sebanyak 123 karyawan tersebut kemudian mengikuti tes usap tenggorokan (swab). Hasil sementara pada 48 orang yang dites swab, 30 orang positif Covid-19 dan 18 orang negatif. Hasil pemeriksaan terhadap 75 orang lainnya akan segera diketahui. Dengan demikian, dua orang dari kluster itu telah menulari 30 orang lainnya dan berpotensi terus bertambah.
Dosen Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Atik Choirul Hidajah, mengatakan, protokol kesehatan di tempat kerja wajib ditaati pengusaha dan karyawan. Kejujuran karyawan terhadap riwayat penyakit harus diutamakan karena ada pasien Covid-19 tidak menunjukkan gejala atau hanya mengalami gejala ringan.
”Jika ada karyawan yang mengalami gejala Covid-19 harus segera memeriksakan diri dan melakukan karantina mandiri, jangan kembali bekerja dan berbohong bahwa kondisinya baik-baik saja karena berpotensi menjadi sumber penularan transmisi lokal,” katanya.
Seperti dalam kluster pabrik rokok di Surabaya, dua karyawan telah menularkan virus kepada setidaknya 30 karyawan lainnya. Kedua karyawan yang masuk kategori pasien dalam pengawasan (PDP) pada awalnya diperiksa di klinik perusahaan pada 2 April 2020. Setelah diperiksa, pasien itu tetap bekerja seperti biasa selama satu pekan.
Kemudian pada 9 April, keduanya menunjukkan gejala lebih berat, lalu dirawat di rumah sakit dan menjalani tes swab pada 13 April. Pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19 pada 15 April dan meninggal sehari kemudian.
Merujuk kasus tersebut, kedua pasien positif Covid-19 bekerja dan melakukan kontak dekat dengan karyawan di pabrik setidaknya selama sepekan setelah berstatus PDP. Dalam kondisi normal, seseorang dapat menularkan dua hingga tiga orang per hari, tetapi karena pasien itu beraktivitas di kawasan industri dengan ratusan karyawan lainnya, potensi penyebaran lebih tinggi.
Dari hasil tes swab, dari dua pasien positif mampu menularkan kepada 30 orang lainnya. Dengan demikian, di kluster tersebut telah terjadi superspreader atau penular super karena menularkan penyakit kepada orang lain melebihi angka kecepatan penularan biasa penyakit tersebut.
Kecepatan penularan Covid biasanya berada di angka 2 hingga 5. Artinya, satu orang dapat menularkan ke 2-5 orang lain. Apabila melalui pelacakan kontak, seseorang ditemukan menularkan penyakit lebih dari angka itu, pasien tersebut dapat disebut seorang penular super.
”Selama kedua pasien itu tetap bekerja, dia melakukan kontak dan berinteraksi dengan karyawan lain sehingga karyawan lainnya rawan tertular,” kata Atik.
Dalam penelusuran kontak kluster pabrik rokok, Atik mengingatkan, idealnya seluruh karyawan yang melakukan kontak dengan dua pasien positif mengikuti tes usap tenggorokan. Hasil tes cepat dari seluruh karyawan yang menunjukkan hasil positif sebesar 24 persen dianggap berada di bawah positive predictive value. Adapun hasil tes dianggap baik jika berada di atas 80 persen. ”Karena hasilnya hanya 24 persen, sebaiknya seluruh karyawan mengikuti tes swab,” ujarnya.
Febria mengatakan, untuk mengurangi potensi penularan dari kluster tersebut, 476 karyawan lain yang hasil tes cepat negatif dan keluarga pasien positif telah dikarantina. Sementara seluruh karyawan yang hasil tes cepat positif telah melakukan isolasi mandiri di hotel yang disediakan perusahaan.
Sebanyak 467 orang tanpa gejala itu diminta melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Kondisi mereka akan dipantau petugas puskesmas dan disuplai makanan. ”Kami meminta bantuan pengurus RT dan RW setempat agar keluarga pasien positif yang tersebar di 14 kelurahan tidak dikucilkan tetangga,” katanya.