MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, Tiga Hakim ”Dissenting Opinion”
Meski MK tolak permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, 3 hakim ajukan pendapat beda.
Oleh
IQBAL BASYARI, SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Seluruh dalil yang diajukan kedua pemohon tidak terbukti. Namun, tiga hakim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Catatan Kompas, inilah dissenting opinion pertama sejak pemilu secara langsung digelar di Indonesia pada 2004 dan berujung di Mahkamah Konstitusi.
”Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden dalam perkara yang di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
MK menilai, seluruh dalil yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak terbukti di persidangan. Dalil yang dikelompokkan menjadi enam kluster itu adalah independensi penyelenggara pemilu, keabsahan pencalonan presiden dan wakil presiden, bantuan sosial (bansos), mobilisasi/netralitas pejabat/aparatur negara, prosedur penyelenggaraan pemilu, serta pemanfaatan sistem informasi rekapitulasi (sirekap).
Namun, tiga dari delapan hakim konstitusi memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan MK tersebut. Ketiga hakim konstitusi itu adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Putusan dari dua perkara tersebut dibacakan secara berurutan, dimulai dari Anies-Muhaimin dan dilanjutkan Ganjar-Mahfud. Menurut Suhartoyo, dua perkara perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden saling berkaitan karena berasal dari satu peristiwa hukum yang sama, yakni penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Dengan demikian, pertimbangan hukum dalam kedua perkara tersebut saling berkaitan dan berkelindan sehingga putusannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, jika terdapat pertimbangan hukum yang terkesan duplikasi atau redundansi, hal tersebut adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh MK karenanya dianggap saling melengkapi antara satu dan lainnya.
Dalam pendapatnya, Saldi menilai dalil berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan hukum. Oleh karena itu, seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas.
”Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," ujarnya.
Menurut Saldi, ada celah hukum dalam hal aturan mengenai penggunaan anggaran negara melalui pengejewantahan program pemerintah pada masa yang berdekatan atau berimpitan dengan penyelenggaraan pemilu. Di Pilpres 2024, juga terdapat kekhususan dalam hal posisi Presiden yang bukan berstatus sebagai petahana dan bukan menjadi pihak yang terlibat sebagai peserta pemilu.
Sebagian kelompok menilai Presiden sebagai pihak yang memberikan dukungannya terhadap salah satu pasangan calon. ”Terlebih, fakta hukum yang ada, di sekitar atau pada saat tahap kampanye berlangsung, kunjungan kerja Presiden ke daerah menunjukkan peningkatan intensitas dibandingkan biasanya,” tuturnya.
Di sisi lain, menteri sosial, yang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap pemberian bansos, mengaku tidak pernah terlibat dan atau dilibatkan dalam pemberian atau penyaluran bansos secara langsung di lapangan. Bahkan terdapat sejumlah menteri aktif yang membagikan bansos kepada masyarakat, terutama selama periode kampanye.
Terlebih, fakta hukum yang ada, di sekitar atau pada saat tahap kampanye berlangsung, kunjungan kerja Presiden ke daerah menunjukkan peningkatan intensitas dibandingkan biasanya.
”Kunjungan ke masyarakat itu hampir selalu menyampaikan pesan bersayap yang dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan atau kampanye terselubung bagi pasangan calon tertentu,” kata Saldi.
Penggerakan ASN
Di sisi lain, terdapat masalah netralitas penjabat kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi, antara lain, di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Bentuk ketidaknetralan penjabat kepala daerah, antara lain, berupa penggerakan ASN, pengalokasian sebagian dana desa sebagai dana kampanye, dan ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang memiliki komitmen jelas untuk kelanjutan IKN.
Selain soal netralitas penjabat kepala daerah, terungkap juga sebagai fakta di persidangan adanya pengerahan atau mobilisasi kepala desa, antara lain, di Jakarta dan Jawa Tengah.
Selain itu, ada pembagian bantuan sosial atau bantuan lain kepada para pemilih dengan menggunakan kantong yang identik dengan identitas pasangan calon tertentu, penyelenggaraan kegiatan massal dengan mengenakan baju dan kostum yang menonjolkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu, pemasangan alat peraga kampanye (APK) di kantor-kantor pemerintah daerah, serta ajakan untuk memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah.
”Selain soal netralitas penjabat kepala daerah, terungkap juga sebagai fakta di persidangan adanya pengerahan atau mobilisasi kepala desa, antara lain, seperti di Jakarta dan Jawa Tengah,” katanya.
Senada dengan Saldi, Enny pun menilai MK seharusnya memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. Sebab diyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah.
Adapun Arief pun berpendapat bahwa KPU agar melaksanakan pemungutan suara ulang di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. Pembagian bansos pun dilarang sebelum dan pada saat pemungutan suara ulang.