Pentingnya Transparansi dan Sinkronisasi Data Covid-19
Berbagai analisis dan proyeksi kasus Covid-19 dikeluarkan oleh sejumlah lembaga. Hasil analisis dan proyeksi ini dapat digunakan sebagai pemandu dalam merumuskan langkah penanganan Covid-19.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F508f55e1-026e-4fcb-a1a9-27c6e8153678_jpg.jpg)
Petugas membersihkan alat pelindung diri setelah menggelar uji cepat di Balai Pendidikan dan Latihan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020).
Transparansi dan sinkronisasi data kasus serta pasien Covid-19 masih menjadi kendala. Dengan informasi data yang terbatas, para ahli menunjukkan sumbangsih untuk memberikan analisis dan masukan terhadap pemerintah serta masyarakat.
Sejak penemuan kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, transparansi dan sinkronisasi data kasus menjadi persoalan tersendiri. Awalnya, kanal-kanal informasi mengenai penularan Covid-19 dihimpun oleh media massa.
Kemudian beberapa provinsi, kabupaten, dan kota mulai mengembangkan portal khusus terkait data kasus. Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah membuka portal khusus data kasus terkait Covid-19. Bersamaan dengan itu, laman milik KawalCovid-19 menjadi rujukan yang cukup lengkap dalam memantau data perkembangan kasus penyakit tersebut di Indonesia.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2FTes-Cepat-Covid-19_88720556_1586786020.jpg)
Petugas medis mengambil sampel darah wartawan dalam uji cepat (rapid test) Covid-19 di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Partai Golkar menggelar rapid test bagi keluarga besar anggota Parta Golkar dan wartawan.
Baru pada 13 Maret 2020, Presiden Joko Widodo membentuk Gugus Tugas Covid-19 dan memadukan portal informasi data kasus bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kini, Gugus Tugas Covid-19 dan BNPB memperbarui data di laman mereka seiring konferensi pers yang diberikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, setiap hari.
Meski demikian, Ainun Najib dalam telekonferensi di kanal Youtube oleh Energy Academy Indonesia pada 5 April 2020 mengatakan, data yang diberikan oleh pemerintah belum transparan. Ia menilai, Kemenkes tak menggunakan data dari hasil tes laboratorium daerah sehingga jumlah kasus yang dilaporkan tak mencerminkan keadaan sebenarnya.

Pengedara sepeda memakai masker dan kantong plastik saat melintas di jalanan kota Wuhan, China, Selasa (14/4/2020).
Kritik ini langsung ditanggapi oleh Agus Wibowo Sutarnoe, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam kesempatan yang sama. Menurut dia, ada keterbatasan yang dimiliki Kementerian Kesehatan dalam sinkronisasi data antara daerah dan pusat.
Padahal, lanjut Ainun, transparansi dan sinkronisasi data penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menetapkan daerah yang perlu mendapatkan prioritas akses terhadap alat kesehatan atau APD dari luar negeri.
Analisis ahli
Seiring bertambahnya kasus positif Covid-19 di Indonesia, para ahli ikut memberikan sumbangsih. Setidaknya ada lima lembaga yang memberikan analisis berdasarkan data kasus yang mereka himpun. Hasil semua analisis itu jelas, jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah dan masyarakat tetap abai, akan makin banyak korban yang berjatuhan.
Pertengahan Maret lalu, Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung mengeluarkan analisis dengan pendekatan matematika. Berdasarkan metode Richard’s Curve dan Least Square Method yang digunakan, akhir pandemi diprediksi terjadi pada pertengahan April 2020. Meski begitu, perlu dicatat, data kasus untuk keperluan prediksi tersebut mengacu pada data penderita di Indonesia pada 2-14 Maret 2020.
Dengan situasi terkini, Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi ITB mengganti metode sebelumnya dengan metode SEIQRD (susceptible, exposed, infected, recovered, dead). Metode ini mendasarkan perhitungan dari populasi sehat dan mungkin sakit, populasi sehat yang terinfeksi, populasi yang sudah terinfeksi tetapi belum tercatat (hidden cases), populasi sembuh sebelum tercatat positif, populasi yang tercatat positif dan dikarantina, populasi sembuh dan tercatat positif, serta korban meninggal.
Hasilnya, ada tiga skema dengan potensi terburuk pandemi selesai pada akhir Agustus dengan korban meninggal 655.051 orang.

Lembaga Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) juga mengeluarkan proyeksi dan skema strategi pemerintah. Laporan berjudul ”COVID-19 Modelling Scenarios Indonesia (Draft)” ini menggandeng Bappenas untuk menghimpun data terkait populasi dan situasi Indonesia. Pemodelan menggunakan pendekatan konservatif dan perbandingan data kasus di China, Korea Selatan, dan Italia, disertai intervensi pemerintah setempat.
Analisis FKM UI ini menghasilkan empat skema dengan variabel intervensi pemerintah, mulai dari tanpa intervensi, intervensi rendah, intervensi sedang, dan intervensi tinggi. Jika pemerintah tidak melakukan intervensi ke masyarakat, pada hari ke-110 (akhir Juni 2020), jumlah korban mencapai 240.244 jiwa. Selain itu, FKM UI memberikan empat rekomendasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah.
Berikutnya, Ikatan Alumni Departemen Matematika Universitas Indonesia (ILUNI UI) yang diwakili oleh Barry Mikhael Cavin, Rahmat Al Kafi, Yoshua Yonatan Hamonangan, dan Imanuel M. Rustijono juga membuat analisis.
Mereka menggunakan data kasus kumulatif pada 2-29 Maret 2020 dan membuat tiga skenario. Jika pemerintah mengambil langkah tegas, pandemi paling cepat akan berakhir pada akhir Mei hingga awal Juni 2020, dengan total kasus positif mencapai 17.000 orang.
Turut berpartisipasi pula lembaga swadaya masyarakat KawalCOVID19 yang diprakarsai oleh Ainun Najib. Sejak 28 Maret 2020, KawalCOVID19 memberikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan karantina wilayah. Seruan didasari oleh analisis dengan skenario terburuk yang berakhir pada kematian 1,6 juta hingga 7,5 juta orang di Indonesia.
KawalCOVID19 menyoroti kasus ini dengan menitikberatkan pola eksponensial penularan Covid-19 yang terjadi di banyak negara secara global. Kecurigaan KawalCOVID19 terletak pada kasus-kasus populasi yang sebenarnya sudah terinfeksi, tetapi masih dalam masa inkubasi.
Di akhir analisis, rekomendasi karantina wilayah juga bukan jalan ampuh satu-satunya, tetapi akan mengurangi penularan dan tingkat kematian karena Covid-19.
KawalCOVID19 memberikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan karantina wilayah.
Selanjutnya, analisis dari pakar statistik dan alumni Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memprediksi pandemi berakhir pada akhir Mei 2020, dengan maksimum 6.174 kasus positif. Mereka menggunakan pendekatan metode model probabilistik yang berdasarkan pada data nyata atau probabilistik data-driven model (PPDM). Melalui model itu, diperkirakan penambahan maksimum total penderita Covid-19 setiap hari terjadi pada sekitar minggu kedua April 2020, 7- 11 April 2020.
Menurut Guru Besar Statistika UGM Prof Dr Dedi Rosadi, hasil analisis memiliki eror maksimum 0,9 persen dan minimum 0,18 persen. Menurut dia, selama ini beredar sejumlah hasil prediksi model matematika dinamik terhadap data penderita positif Covid-19 yang cenderung bombastis dan berlebihan. Kesimpulan yang cenderung bombastis itu dikhawatirkan menambah keresahan di masyarakat.
Serius
Terlepas dari berbagai hasil analisis para ahli, data kasus penularan Covid-19 menjadi kunci penting dalam menentukan strategi dan langkah berikutnya. Analisis-analisis tersebut sebaiknya dipandang sebagai peringatan, bukan untuk menakut-nakuti.
Nuning Nuraini, Kepala Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi ITB, mengingatkan, hasil analisis belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan. Semuanya perlu dilihat sebagai hasil akademis dengan metode penelitian yang ketat dan akan berguna bagi pertimbangan pemerintah dan publik ke depannya.
Oleh sebab itu, diharapkan masyarakat tidak panik atau cemas setelah melihat analisis dari ahli. Kendati demikian, pemerintah juga perlu menunjukkan kejelasan data. Transparansi dan sinkronisasi data dapat memberikan harapan penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah dapat lebih terukur dan dipertanggungjawabkan. Melihat situasi terkini, tidak ada lagi ruang untuk lengah dan menganggap enteng pandemi. (LITBANG KOMPAS)