Penelusuran dan Pengujian Obat Cair dan Sirop Masih Dilakukan
Pengujian dan penelitian secara komprehensif masih dilakukan pada obat-obatan yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. Penggunaan obat cair atau sirop pun untuk sementara dilarang di masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Petugas menurunkan obat sirop dari etalase di sebuah apotek di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/10/2022). Kementerian Kesehatan melarang sementara peredaran obat sirop untuk mengantisipasi kasus gagal ginjal akut yang merebak di sejumlah daerah. Kasus yang masih dalam penyelidikan ini telah membuat 99 anak meninggal dunia di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Penelusuran dan pengujian secara komprehensif masih dilakukan pada obat sediaan cair atau sirop yang dicurigai sebagai penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal pada ratusan anak di Indonesia. Sampai hasil pemeriksaan tersebut tuntas, Kementerian Kesehatan untuk sementara melarang penggunaan obat dengan sediaan cair atau sirop.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kementerian Kesehatan untuk sementara waktu melarang penggunaan obat-obatan dalam bentuk cair ataupun sirop sampai hasil penelitian kualitatif yang dilakukan terkait penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal selesai dilakukan. Hal ini dilakukan sebagai langkah konservatif untuk melindungi anak-anak di Indonesia.
”Jumlah anak balita yang teridentifikasi AKI (gangguan ginjal akut) sudah mencapai 70-an anak per bulan. Realitasnya pasti lebih dari ini, dengan tingkat fatality atau kematian mendekati 50 persen,” katanya di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Dari hasil penelitian sementara yang dilakukan Kementerian Kesehatan, pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). Ketiga zat tersebut merupakan cemaran (impurities) dari zat kimia polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai pelarut pada berbagai obat-obatan jenis sirop.
Budi mengatakan, beberapa jenis obat sirop yang digunakan oleh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti mengandung EG, DEG, dan EGBE yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya pada obat-obatan sirop tersebut. Untuk itu, penelitian pun dilakukan untuk melihat dampak intoksikasi (racun) dari obat tersebut.
Jumlah anak balita yang teridentifikasi AKI (gangguan ginjal akut) sudah mencapai 70-an anak per bulan. Realitasnya pasti lebih dari ini, dengan tingkat fatality atau kematian mendekati 50 persen.
Merujuk pada keterangan resmi, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menuturkan, sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirop untuk anak ataupun dewasa tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. Meski begitu, EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
BPOM pun telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional. Hasil pengujian pada produk yang mengandung cemaran EG dan DEG masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.
”Semua industri farmasi yang memiliki obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG diminta melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain, seperti mengganti formula obat ataupun bahan baku jika diperlukan,” ujar Penny.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Petugas menurunkan obat sirop dari etalase di sebuah apotek di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/10/2022). Kementerian Kesehatan melarang sementara peredaran obat sirop untuk mengantisipasi kasus gagal ginjal akut yang merebak di sejumlah daerah. Kasus yang masih dalam penyelidikan ini telah membuat 99 anak meninggal dunia di Indonesia.
Kecurigaan pada obat sediaan cair atau sirop sebagai penyebab gangguan ginjal akut berawal dari kasus serupa yang terjadi di Gambia, Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebutkan, sebanyak empat produk sirop obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol terkait dengan kasus gangguan ginjal akut pada anak di Gambia. Namun, empat produk yang terkait dengan kasus di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia.
Cemaran
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Zullies Ikawati menuturkan, obat-obatan seperti parasetamol memiliki sifat yang sukar larut dalam air sehingga dibutuhkan bahan tambahan sebagai pelarut. Bahan pelarut yang sering digunakan ialah propilen glikol atau gliserin. Bahan tersebut masih dimungkinkan mengandung cemaran EG dan DEG sampai batas tertentu yang diperbolehkan.
Oleh karena itu, ia menambahkan, industri farmasi harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan minim atau bebas dari cemaran sebelum diformulasikan. Cemaran EG dan DEG tersebut yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut jika kadarnya lebih dari batas yang diperbolehkan. Metode analisis harus dilakukan secara akurat dan sensitif untuk membuktikan efek toksik terhadap ginjal.
”Sebenarnya hubungan langsung antara kejadian gangguan ginjal akut dan konsumsi sirop parasetamol atau yang lain masih misteri. Itu karena obat sirop parasetamol banyak yang sudah ada bertahun-tahun tanpa perubahan formula dan digunakan aman-aman saja. Ada berbagai kemungkinan yang perlu dicek pada pasien,” kata Zullies.
Ia menuturkan, kemungkinan lain sebagai penyebab kejadian gangguan ginjal akut yang bisa dicurigai seperti asupan makanan pasien. Hal tersebut apabila terkait dengan kalsium oksalat di ginjal yang merupakan metabolit dari etilen glikol. Asam oksalat juga bisa berasal dari makanan.
Selain itu, perlu juga diperiksa terkait dengan adanya infeksi tertentu, seperti leptospirosis yang biasanya banyak terjadi di musim hujan. Salah satu dampak dari infeksi leptospirosis ialah kerusakan pada ginjal.
”Meski demikian, untuk kehati-hatian, sementara ikuti dulu saran dari lembaga-lembaga resmi untuk menghindari obat bentuk sirop sampai diperoleh hasil yang lebih pasti. Kalau demam, bisa gunakan kompres dulu atau pakai parasetamol puyer atau bentuk lain,” kata Zullies.