Hari Ini, Menteri Kesehatan Tetapkan PSBB di Enam Wilayah
Menteri Kesehatan menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di enam wilayah: Kota Tegal (Jawa Tengah), Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang (Jawa Barat).
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Lalu lintas di ruas Tol Dalam Kota dan Jalan Gatot Soebroto tampak lengang pada hari pertama pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta, Jumat (10/4/2020). PSBB akan diberlakukan selama 14 hari mulai Jumat (10/4/2020) hingga Kamis (23/4/2020). Pemberlakuan PSBB bertujuan untuk meredam penyebaran Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS –– Menteri Kesehatan telah menyetujui usulan pembatasan sosial berskala besar di enam wilayah. Penetapan pembatasan sosial tersebut untuk Kota Tegal (Jawa Tengah), Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang (Jawa Barat).
Kaputusan tersebut ditetapkan Menteri Kesehatan pada Jumat (17/4/2020). Untuk penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Tegal, Jawa Tengah, diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 258 Tahun 2020. Sementara penetapan untuk lima wilayah di Jawa Barat diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 259 Tahun 2020.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dalam siaran pers yang diterima Kompas di Jakarta, Jumat (17/4), mengatakan, penetapan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah tersebut dilakukan berdasarkan kajian epidemiologi dan pertimbangan kesiapan dari daerah tersebut. Kesiapan ini meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lainnya yang dikaji oleh tim teknis.
”PSBB ini perlu diterapkan mengingat peningkatan kasus dan penyebaran virus meningkat signifikan. PSBB bisa dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat penyebaran,” ujarnya.
Namun, sejumlah daerah lain yang sudah mengusulkan penerapan PSBB tidak disetujui oleh Menteri Kesehatan. Wilayah tersebut antara lain Kabupaten Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara dan Kabupaten Fakfak, Papua.
Tidak disetujuinya usulan terkait PSBB ini, ujar Terawan, karena wilayah tersebut belum memenuhi kriteria yang diperlukan. Kriteria tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Dalam aturan tersebut dinyatakan, daerah bisa ditetapkan PSBB jika memenuhi kriteria, yakni jumlah kasus ataupun kematian akibat Covid-19 meningkat signifikan dan menyebar cepat ke beberapa wilayah. Selain itu, wilayah tersebut memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah lain.
Dengan demikian, saat ini wilayah yang sudah disetujui untuk diterapkan PSBB adalah DKI Jakarta; Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang di Jawa Barat; Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan di Banten, Kota Pekanbaru di Riau; Kota Makassar, Sulawesi Selatan; serta Kota Tegal, Jawa Tengah.
Sementara, wilayah yang sudah mengusulkan PSBB, tetapi belum disetujui antara lain Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur; Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah; Kota Sorong, Papua Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara; dan Kabupaten Fakfak, Papua.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Petugas polisi dan aparat Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru memberhentikan kendaraan di perbatasan Kota Pekanbaru dengan Kabupaten Pelalawan, Jumat (17/4/2020). Jumat itu merupakan hari pertama penerapan PSBB di Kota Pekanbaru.
Peneliti dari Lembaga Kajian Kebijakan Kesehatan Halik Malik menilai, aturan dan pedoman terkait penetapan PSBB bisa menghambat upaya pemutusan mata rantai penularan Covid-19 di daerah. PSBB di daerah sulit berjalan karena penerapannya perlu izin dari menteri. Sementara izin tersebut perlu syarat yang rumit dengan birokrasi yang panjang.
”Korban positif dan meninggal jumlahnya terus bertambah. Setiap daerah punya data tersebut. Jika pertimbangannya keselamatan rakyat, wajar jika daerah merasa PSBB harus segera ditetapkan. Namun, itu malah tertunda karena harus ada persetujuan menteri,” tuturnya.
Ia menambahkan, komando dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana pun tidak bisa sepenuhnya dimiliki. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang penanggulangan bencana mengatur hak dan garis komando saat status darurat bencana ditetapkan. Namun, hak tersebut terhambat jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencan dalam Keadaan Tertentu.
”Dalam status keadaan tertentu, kemudahan akses Kepala BNPB bersifat terbatas. Itu hanya bisa didapat setelah ia mendapat keputusan lewat rapat koordinasi antarkementerian/lembaga. Ini tampaknya yang membuat kecepatan birokrasi tersendat-sendat. Karena itu, banyak daerah akhirnya secara sepihak melakukan karantina wilayah karena pada tingkat pemerintah pusat malah saling silang pendapat,” tutur Halik.
Kompas/Hendra A Setyawan
Anggota tim gabungan pengawasan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar memeriksa pengendara yang melintas di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Kamis (16/4/2020). Pada hari kedua pelaksanaan PSBB di Kota Depok, masih ditemui pengendara yang melanggar aturan, misalnya masih berboncengan dan tidak mengenakan masker.